Aku berjalan pelan, menyusuri jalan beraspal yang mulai mengelupas di beberapa bagian. Dulunya kata Ibu jalanan masih berbatu atau ditumbuhi rerumputan. Kemudian manusia mulai membangun jalan beraspal untuk memperlancar perjalanan mereka ke kota sebelah.
Kutengok ke kanan-kiri, berharap ada manusia baik yang bisa membantuku. Tadi, saat mau ke sungai, tiba-tiba saja Ibu terperangkap. Ya, ada manusia jahat yang membuat perangkap. Kata Ibu, mereka itu menangkap hewan-hewan di hutan tempat kami tinggal.
Dari cerita Ibu, tak hanya hewan herbivora saja yang ditangkapi. Hewan buas seperti Paman Harimau, Paman Singa yang ditangkapi sebelumnya.
"Untuk apa manusia menangkapi Paman, Bu?" tanyaku. Aku berpikir kalau menangkapi kami yang herbivora mungkin tak begitu berbahaya. Tetapi kalau sampai Paman Harimau dan Paman Singa ditangkap, bukankah itu sangat berbahaya bagi manusia?
Mendengar pertanyaanku, Ibu menjawab, "Mereka akan menjual hewan tangkapan ke negara lain".
"Menjual? Kok aneh, Bu!"
"Iya. Hewan-hewan dijual. Entah untuk dipelihara sendiri, diambil kulit dan sebagainya".
"Masak sih, Bu? Bukankah hewan seperti kita atau bahkan Paman Harimau dan Paman Singa 'kan bisa melawan manusia".
"Kamu belum ngerti, Nak. Manusia menangkap hewan itu menggunakan alat. Kalau dengan tangan kosong, pasti kita bisa lari. Paman Harimau dan Paman Singa bisa menerkam manusia".
"Lalu alatnya apa, Bu?"
"Senjata api kalau untuk menangkap Paman Harimau dan Paman Singa. Kalau hewan seperti kita, manusia akan membuat perangkap saja. Makanya kita harus hati-hati, Nak. Biar selamat".
Aku mengangguk.Â
***
Kini cerita Ibu menjadi kenyataan. Manusia membuat perangkap di pinggir hutan. Kami tak menyadari kalau perangkap itu ada di sana. Padahal kami sudah berhati-hati.
Tiba-tiba saja Ibu berteriak saat kami sudah dekat dengan sungai. Aku yang berjalan di belakang Ibu sangat terkejut. Ibu terjatuh dalam lubang yang tadinya tertutup dedaunan kering.
Ibu tak bisa keluar dari lubang itu. Aku bingung untuk menyelamatkan Ibu.Â
"Ibu, tunggu aku di sini ya! Aku akan mencari bantuan!" teriakku.
Ibu menahan sakit di kakinya.Â
"Hati-hati, Nak".
Aku berlari ke arah jalan beraspal. Kuingat, biasanya ada anak kecil bersama bapaknya yang baru pulang dari sekolah. Anak itu dijemput bapaknya, lalu menuju hutan untuk mencari kayu bakar. Itu kutahu dari percakapan mereka yang pernah kudengar.
Tetapi aku belum juga bertemu dengan mereka. Padahal aku sudah menunggunya lama. Aku risau. Ingin menolong Ibu, tetapi aku hanya bisa mencari bantuan manusia baik. Itupun belum kutemukan sampai saat ini.
Aku menangis, membayangkan kalau Ibu tiba-tiba tak lagi berada dalam perangkap tadi dan dibawa pergi oleh manusia jahat.
Karena terlalu lama, akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke tempat ibuku terperangkap. Kubalikkan badan dan mau kembali ke tempat Ibu berada, kudengar suara anak kecil dan bapaknya. Aku hafal betul dengan suara mereka.
Benar saja. Dari arah timur, kulihat mereka berjalan. Bapak itu membawa sabit. Sedangkan anak kecil menggendong tas seperti biasa kulihat. Dia tak lagi berseragam. Mungkin saja, setiap pulang sekolah, seragamnya dilepas dan dimasukkan ke dalam tasnya.
Hatiku bahagia saat melihat kedatangan mereka. Aku berlari dan berusaha meminta bantuan mereka. Tetapi aku kesulitan untuk mengatakan kepada mereka.
Aku hanya mengusap-usapkan kepalaku ke anak kecil dan bapaknya. Berharap kalau mereka akan memahami permintaanku.
"Lho, Rusa Kecil. Kamu kok mengusap-usapkan kepala begini?" tanya anak itu. Anak itu sepertinya merasa sedikit geli. Tapi aku tak peduli.Â
"Ada apa, Rusa Kecil?" tanya Bapak itu sambil jongkok dan memandangiku seraya mengelus kepalaku.
Aku membalas tatapan matanya dan membalikkan badan. Aku berjalan menuju tempat di mana Ibu terperangkap. Alhamdulillah anak kecil dan bapaknya itu mengikutiku.
Antara bahagia dan rasa khawatir kalau Ibu sudah diambil manusia jahat, aku berlari. Dengan terengah, aku sampai ke lubang perangkap tadi. Aku bahagia, Ibuku masih ada di sana.
Anak kecil dan bapaknya sampai di mana Ibu terperangkap. Begitu melihat Ibu di dalam lubang perangkap, Bapak itu paham akan maksudku.
"Ternyata Rusa Kecil itu meminta bantuan kita untuk menolong ibunya," ucap Bapak itu.
"Iya, Pak. Bapak tolong Ibu Rusa Kecil itu ya! Kasihan kalau nanti diambil orang-orang jahat," ucap anak kecil itu.
***
Ibu sudah berhasil ditolong anak kecil dan bapaknya yang baik hati. Aku mencoba duduk di depan mereka untuk mengungkapkan rasa terima kasihku karena telah menolong Ibu.Â
"Hati-hati ya, Rusa! Kami mencari kayu bakar dulu!" ucap anak kecil itu dengan riang.
Aku benar-benar bersyukur bisa melihat manusia yang baik. Andaikan semua manusia itu baik, pasti semua makhluk hidup pasti akan nyaman.
Branjang, 23 September 2023
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI