"Kalau sampai nggak bayar hutang itu, ya lain kali aku nggak mau pinjami lagi. Wong ya kita harus menyekolahkan tiga anak," ucapku waktu suamiku memberitahu perihal kebiasaanmu dalam meminjam uang.
Dan benar, di saat anak sulungku baru saja masuk SMP dan butuh dana lumayan untuk masuk SMP, kamu mau pinjam lagi. Kukatakan terus terang rincian pengeluaran setiap bulan, biar kamu bisa berpikir kalau iparmu ini juga pusing untuk mengeposkan uang.Â
Apalagi minyak goreng, bawang merah, cabe, BBM harganya berganti. Kuceritakan juga kalau aku punya hutang yang harus kulunasi. Harapanku, kamu tidak bertumpu pada keluarga kami. Toh kakak kandungmu ada yang menjadi dosen, kenapa tak kamu pinjam saja kepadanya. Aku tak habis pikir.
***
Hari ini, kamu kembali menghubungiku. Memastikan aku bisa meminjami uang apa tidak. Kuceritakan saja kalau bulan ini, saat masih tanggal 8, uangku tinggal empat ratus ribu rupiah. Itu untuk kebutuhan sampai akhir bulan. Bayangkan bagaimana aku mengelola uang, kalau kamu peka.
Ternyata oh ternyata, kamu tak peka juga dengan ujaran penolakanku.
"Terus uangnya mau dipakai apa nggak, mbak?" Tanyamu tanpa merasa bersalah.
Duh Gustiiii. Bagaimana caraku menjelaskan kalau aku tak bisa membantumu? Kita sama-sama perempuan lho.Â
Branjang, 8 September 2022