Kita akui, guru adalah sosok pahlawan tanpa tanda jasa. Tapi zaman terus melaju, dan di tengah gempuran teknologi, kita pun sadar bahwa, menjadi guru hari ini, tak cukup hanya bermodal semangat saja.
Karena saat ini kecepatan informasi melesat bak anak panah yang lepas dari busur, anak-anak pun tumbuh di tengah derasnya arus digital. Mereka bukan hanya melek huruf, tapi juga sudah melek digital sejak balita?
Ya... Hari ini, ruang kelas tak lagi sekadar berisi papan tulis dan spidol. Dunia mereka, para siswa, telah beranjak dari sekadar teks di buku menuju layar interaktif, chatbot edukatif, dan materi belajar yang bisa mereka akses dalam satu sentuhan.
Lalu di mana posisi guru?
Pertanyaan yang saya ajukan di atas bukan bermaksud menggugat. Tapi untuk mengajak kita merenung. Bahwa peran guru tak lagi cukup hanya menyampaikan. Mereka harus bisa menyentuh (jiwa). Tidak hanya hadir secara fisik, tapi juga diharapkan mampu menjangkau dunia murid yang kian kompleks. Dan itu semua, dirasa tak cukup jika dilakukan dengan cara-cara lama.
Mengenai Cita-Cita Orangtua yang Menjadi Tanggung Jawab Guru
Izinkan saya memulai paragraf ini dengan pertanyaan, 'apa sebenarnya yang diharapkan orangtua dari pendidikan anak-anak mereka?'
Tentu bukan sekadar nilai ujian. Bukan hanya ijazah, bukan? Tapi harapan bahwa anak mereka tumbuh menjadi manusia utuh. Tangguh. Berkarakter. Dan siap menghadapi dunia.
Terdengar ironis memang. Karena cita-cita itu tumbuh dari rumah, tapi harus disemai di sekolah. Dan guru adalah penyemainya. Sayangnya, bagi para guru, hari ini benih-benih itu harus ditanam di tanah yang setiap saat terus berubah sehingga membutuhkan metode baru.
Dan guru, sekali lagi, tak punya pilihan lain selain ikut berubah dan menguasai metode baru tersebut.
Deep Learning: Belajar Lebih Dalam, Lebih Bermakna
Di antara berbagai pendekatan baru yang mulai diperkenalkan, metode deep learning diharapkan bisa hadir sebagai jembatan. Ia bukan sekadar tren. Tapi respon terhadap kebutuhan zaman.
Dalam konteks pendidikan yang diusung oleh Kemendikbud, deep learning menggabungkan tiga elemen penting: meaningful learning, mindful learning, dan joyful learning.
Maksudnya, proses belajar hari ini tidak lagi cukup hanya dengan menghafal. Siswa perlu benar-benar merasakan apa yang mereka pelajari, tidak sekadar menyerap, tapi juga menyelami dengan pemahaman yang mendalam. Yang tak kalah penting, belajar harus dilakukan dengan perasaan bahagia, agar setiap materi yang diterima tidak terasa sebagai beban. Karena pada akhirnya, tujuan utama pendidikan bukan hanya agar siswa pandai berteori, tapi juga mampu mempraktikkan ilmu itu dalam kehidupan nyata.
Tapi kita tahu, transformasi ini tidak mudah. Tak semua guru terbiasa dengan teknologi. Tak semua sekolah punya sarana. Dan, tak semua kepala mampu langsung beralih dari buku cetak ke kecerdasan buatan.
Guru yang Siap Tumbuh Butuh Ruang untuk Bertumbuh
Inilah saatnya kita berhenti menuntut, dan mulai menggandeng. Karena guru bukan Superman. Mereka juga manusia. Dengan keterbatasan, dengan beban administratif, dan kadang dengan gaji yang bahkan kalah dari harga gawai siswa mereka.
Menurut saya, di sinilah peran Telkom Indonesia terasa begitu pas.
Melalui program Indonesia Digital Learning (IDL) yang sudah menginjak tahun ke-13, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk hadir bukan sekadar sebagai korporasi, tapi sebagai mitra.
Kegiatan yang diselenggarakan Telkom kali (IDL 2025) bertajuk "Guru Jabar Jago Digital," yang dikemas dalam bentuk pelatihan Digital Deep Learning & Creative Teaching dengan Pemanfaatan Teknologi dan AI.Â
Pelatihan ini sendiri diikuti oleh kurleb 100 guru dari Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan.
Acara ini bukan hanya ajang transfer ilmu, tapi juga ajang bertumbuh bersama. Jadi, para guru diajak untuk, tidak hanya belajar, tapi juga mencoba dan bereksperimen.
Dukungan dari banyak pihak pun menunjukkan betapa pentingnya inisiatif ini. Hadir dalam kegiatan ini antara lain Bupati Cirebon Drs. H. Imron Rosyadi, M.Ag., Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Dr. H. Purwanto, S.Pd., M.Pd., dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon H. Ronianto, S.Pd., MM.
Kehadiran berbagai pihak tersebut adalah bukti nyata bahwa semua sepakat, pendidikan tak bisa lagi berdiri sendiri. Ia harus menjadi kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat agar tercipta pembelajaran yang inovatif, inklusif, dan berorientasi masa depan yang berkelanjutan.
Bagi Telkom, pelatihan ini merupakan wujud nyata komitmen untuk mendukung para guru agar semakin mahir dalam dunia digital, dengan terus meningkatkan kapabilitas mereka sesuai perkembangan zaman. Harapannya, guru-guru Indonesia ke depan tidak sekadar mampu bertahan, tapi juga unggul dan berdaya saing di era digital.
Tak hanya itu, Telkom juga bermaksud memanfaatkan momen ini untuk membuka jalan bagi para guru guna mendapatkan sertifikasi dari BNSP, yaitu sebuah pengakuan resmi yang akan memperkuat kapasitas mereka di lapangan. Langkah ini sejalan dengan misi besar Kementerian Pendidikan yakni, peningkatan kualifikasi, kompetensi, dan kesejahteraan guru.
Harapan Telkom bagi Guru-guru Indonesia
Yang istimewa dari IDL bukan hanya kontennya, tapi niatnya. Di balik pelatihan ini, ada pengakuan. Bahwa guru adalah pilar. Bahwa masa depan anak-anak Indonesia sangat bergantung pada kemampuan guru hari ini untuk menjangkau dunia baru yang mereka hadapi.
Anak-anak kita yang saat ini duduk di bangku sekolah adalah kekuatan terbesar bangsa kita di besok hari. Kita semua yakin bahwa, dalam 10 hingga 20 tahun ke depan, merekalah yang akan memimpin dunia kerja, ekonomi, bahkan pemerintahan.
Tapi hari ini, mereka hanya murid. Dan satu-satunya cara untuk menyiapkan mereka, adalah dengan mempersiapkan gurunya terlebih dahulu.
Jadi, bisa dikatakan bahwa, IDL adalah semacam bekal yang akan memberi arah selain sertifikasi. Agar guru tak hanya "mengajar." Tapi juga tumbuh. Berkembang. Dan tetap menjadi pelita, dalam bentuk yang paling relevan dengan kondisi zaman saat ini.
Penutup
Setelah mengikuti pelatihan (IDL), para guru diharapkan kembali ke sekolah dengan membawa energi baru, keyakinan baru, dan metode mengajar yang lebih relevan dengan tuntutan zaman.
Pada akhirnya, kita tahu, bahwa semangat mengajar tetap penting. Tapi hari ini, semangat saja tak cukup. Yang dibutuhkan adalah semangat yang dipadukan dengan pemahaman. Dengan teknologi. Dengan metode yang mampu menyentuh jiwa murid.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI