Maka dari itu, mudah untuk menjadi paham bahwa tujuan dari pendidikan nasional itu adalah mengisi otak dengan pengetahuan dan mengisi jiwa dengan karakter. Hanya, kita lebih sering gagal paham, bahwa metode mengisi otak dengan pengetahuan harus berbeda dengan metode mengisi jiwa dengan karakter. Mengisi otak dengan pengetahuan matematika dapat dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi pengetahuan matematika. Mengisi jiwa dengan karakter dapat dilakukan oleh orang yang memiliki karakter yang kompeten. Kedua hal itu sangat jauh berbeda, pengetahuan melalui pengajaran, karakter melalui percontohan. Tidak sulit memberikan contoh, tetapi sangat sulit untuk menjadi contoh, begitu kata Bunda Maria Theresa.
Banyak orang yang hafal dan mengerti aturan berlalulintas dengan sangat mendetail, tetapi orang itu berangasan saat menyetir di jalan raya umum. Semua orang mengetahui bahwa korupsi itu adalah dosa besar yang sangat jahat dan amat merusak, tetapi banyak dari orang itu yang melakukannya, bahkan korupsi berjamaah lagi. Banyak warga negara yang paham pentingnya persatuan, banyak pula yang tindakannya justru meretakkan persatuan itu. Banyak pengkhotbah yang pengetahuan limu agamanya sangat mendalam, tetapi yang dia khotbahkan adalah provokasi dan kebencian.
Tengoklah, sinkronisasi antara pengetahuan dengan karakter belum terjadi, atau lebih parah lagi belum terpikirkan.
'3. Pendidikan Karakter di Sekolah
Seperti yang saya khawatirkan di atas bahwa Pendidikan Karakter di sekolah mungkin hanya menambah beban mata pelajaran ke siswa, saya bukan hendak mengatakan bahwa mata pelajaran itu tidak perlu, bukan begitu. Tetapi berpikir bahwa dengan memasukkan mata pelajaran Pendidikan Karakter ke kurikulum sekolah maka persoalan akan selesai, itu menjadi kesalahan yang sangat fatal. Tetapi tampaknya yang dipikirkan dan direncanakan pemerintah hanya seperti itu saja.
Yang hendak saya katakan adalah, meski mata pelajaran Pendidikan Karakter diampu oleh guru tertentu, tetapi Pendidikan Karakter itu harus menjadi kewajiban dari semua guru, apapun mata pelajaran yang diampu.
Mata pelajaran fisika harus menjadi salah satu sarana Pendidikan Karakter, begitu juga semua mata pelajaran lainnya. Pada setiap mata pelajaran pasti terdapat hal-hal yang dapat digunakan sebagai sarana pendidikan Karakter. Setiap situasi atau kondisi pasti dan harus dapat digunakan sebagai mendium Pendidikan Karakter. Semua jenis ujian di sekolah dapat digunakan sebagai sarana Pendidikan Karakter. Di prosus INTEN, paradigma kami tentang pendidikan karakter ya seperti itu.
Saat saya masuk ke ruang kelas hendak menyampaikan topik Mekanika gelombang, saya tenyakan terlebih dahulu tentang Mekanika getaran yang dipelajari seminggu yang lalu. Lupa pak, jawab siswa serentak. Ya, saya tahu kalian lupa, itu sebabnya saya tanyakan, ayo jawab. Pak, bagaimana menjawab kalau sudah lupa, tanya seorang siswa. Lupa adalah hal yang manusiawi sekali, semua orang pasti begitu, pasti tidak ada orang yang sekali ingat langsung ingat selamanya.Â
Nah, yang tidak manusiawi itu adalah kamu tahu bahwa kamu lupa, tetapi kamu biarkan dirimu lupa terus, pada hal buku catatan minggu lalu ada di depanmu, mengapa tidak kau baca ulang?. Tiba-tiba semua mereka serentak membuka catatan dan berebutan menjawab pertanyaanku tadi.
Terimakasih. belajar itu ya seperti itu saja, jangan takut lupa, jangan takut salah, jangan takut tidak mengerti. Sesungguhnya tindakan seperti itu sudah menjadi bagian dari Pendidikan Karakter.
'4. Pendidikan Karakter di Luar Sekolah