Kredit bukan hanya sekadar angka di atas kertas atau deretan cicilan yang harus dibayar tiap bulan. Ia adalah pintu kecil yang terbuka menuju kesempatan, sebuah jembatan antara keterbatasan dan harapan. Melalui kredit, seseorang bisa meraih rumah untuk keluarganya, kendaraan untuk bekerja, atau modal usaha yang mampu menyalakan kembali api mimpinya.
Lebih dari sekadar urusan keuangan, kredit adalah kepercayaan. Bank menyerahkan dana dengan keyakinan bahwa peminjam akan setia mengembalikan sesuai janji. Dalam hubungan itu, ada rasa saling percaya yang rapuh namun penting---seperti benang halus yang mengikat dua pihak dalam sebuah perjanjian tak kasatmata.
Namun, di balik tabel cicilan yang kaku, tersembunyi kisah yang penuh getar. Seorang pedagang kecil pernah bermimpi memiliki toko yang lebih besar, tapi tabungannya hanyalah butiran pasir di tengah lautan kebutuhan. Saat kredit datang, hidupnya seakan menemukan arah baru. Dana itu ibarat hujan pertama yang turun di tanah gersang, menyuburkan kembali keyakinannya bahwa mimpi bukanlah utopia.
Hari demi hari, ia membayar cicilan dengan peluh dan doa. Setiap angsuran adalah langkah kecil yang mendekatkannya pada mimpi, bukan sekadar hutang yang berkurang. Dan pada akhirnya, toko itu berdiri megah di tepi jalan kota---bukan hanya sebagai bangunan bata dan semen, melainkan sebagai monumen harapan yang pernah dipinjam, lalu diwujudkan dengan kerja keras. Kredit, pada akhirnya, adalah bukti bahwa mimpi besar bisa dibayar dengan angsuran kecil.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI