Mohon tunggu...
Gus Memet
Gus Memet Mohon Tunggu... Relawan - Santri Kafir

Ada dari satu suku kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Waktu

18 November 2022   20:04 Diperbarui: 18 November 2022   20:08 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Timethimg, sumber: ancientfaith.com

Waktu adalah konsekuensi atas eksistensi seperti dikatakan Plato. Keberadaan waktu menggenapi, bahkan menjadi syarat eksistensi yang niscaya bersifat jamak. Sebab hanya sang "Ada" yang bersifat tunggal. "Ada" menjadi bersifat jamak ketika ia "Mengada".

Aristoteles men-chalange tesis sang guru dengan menegasikan keseketikaan hadirnya waktu dan eksistensi dengan antitesa "ketika sang ada mengada (penciptaan), berarti peristiwa itu sudah berada dalam liputan waktu". Dengan kata lain, waktu telah hadir sebelum penciptaan.

Hingga hari ini, perdebatan guru - murid itulah yang memusingkan John Doe, ya, John Doe yang nganu itu.  "Sayangnya, pertanyaan Aristoteles tak terjawab karena Plato udah duluan mati," keluh Si John.

"Kek pertanyaan duluan mana ayam ama telor ya, John,. Coba telor dan ayam bisa diinterogasi," komentar lawan cakap Si John yang setia, Wimar, wartawan kita. Kalau lawan mikir, Si John lebih cenderung pada Cak Lontong. Tentu saja.

"Gue tau mana lebih dulu, tapi ketika lo tanyain itu, gue jadi nggak tau."

"Dih, gaya-gaya Agustinus tuh," Wimar dibikin mangkel.

"Nah itu dia! Kita bisa mewakili Plato menjawab pertanyaan Aristoteles pakai argumen Agustinus," kata Si John dengan roman mendadak glowing. Seakan ada bohlam LED 60 watt nyala di atas kepala Si John. Dia lantas ngambil sendok dan menyendok  kopi panasnya sembari senyum-senyum. Hanya Si John yang ngopi pakai sendok.

"Lo paham soal sifat jamak eksistensi kan, Mas Wim? Kek sendok ini, ketika mau dibikin, orang hanya fokus pada cekungan yang bisa digunakan menampung sesuatu, misalnya emulsi kopi dan aer panas ini. Tapi waktu sendoknya jadi, ternyata dibalik cekungan ini ada cembungan, sesuatu yang muncul begitu saja, gak kepikiran sebelumnya. Bahkan gak disadari adanya sesudahnya. Waktu itu kek cembungan sendok," Si John ngoceh sambil mbolak-mbalik sendoknya.

"Iyalah, anggap aja gua ngeh. Tapi soal ngejawab Aristoteles itu bukan kita? Lo doang kali. Gua kagak brani."

"Ya udah, gue aja. Gini (dalam hati: mohon ijin Mas Fais), Agustinus membantah adanya tiga fase waktu: dulu, kini, dan kelak. Dulu dan kelak itu sebenarnya nggak ada, dulu udah ilang, kelak belon datang. Jadi yang ada cuma sekarang. Artinya, dia statis, gak gerak.

"Itu membuktikan ada kesalahan dalam pertanyaan Aristoteles. Harusnya kalam itu bunyinya 'Tuhan mencipta' saja, bukan 'ketika Tuhan mencipta'. Sebab Tuhan, sang Ada itu ndak diliputi ruang dan waktu. Maka benarlah Plato bahwa waktu itu datang bersamaan (konsekuen) dengan eksistensi." (Catatan pinggir: pusing enggak sih?)

"Buktinya?" kejar Mas Wim(ar), benar, pusing!

"Itu karena Aristoteles, sebagaimana kebanyakan kita, mengasumsikan waktu sebagai sesuatu yang bergerak. Bahkan filsuf modern ada yang bilang geraknya linier. Ngaco itu.

"Gerak itu sifat eksistensi, sifat "mahluk" ciptaan Tuhan. Sebagai konsekuensi atas gerak, waktu itu diam. Justru karena waktu itu diam, ia menjadi penanda adanya gerak, adanya kehidupan. Semua ciptaan Tuhan itu hidup; bergerak. Hanya waktu yang anteng bae karena dia konsekuensi adanya gerak."

"Emang semua ciptaan Tuha begerak, John? Batu?"

"Buset dah, bumi aja muter, rotate, sekaligus ngider, revolute. Semesta ini bergerak, apalagi batu, dia cuma part kecil dari kosmos. Cetek amat lo mikirnya, Mas?

Itu gue belon bilang kalau gerak itu semua sirkular, makanya kalau gerak sirkular itu ditengarai dengan sesuatu yang diam, terhadilah pengulangan alias siklus. Senin ketemu Senin lagi. Perang, anteng, perang lagi, dan lagi dan lagi."

Wimar garuk-garuk kepala, bukan keder, tapi ketombean. "Eh, John, tunggu, emang batu juga mahluk hidup?"

"Dia bermetamorfosa, bergerak juga. Lo bilang enggak hidup?"

"Okede. Jadi semua eksistensi itu hidup, bergerak. Yang ngejubleg cuma waktu, yang gak gerak. Yang gak hidup?"

"Persis."

"Jadi, waktu itu apaan sih?"

"Makanya kenalan donk sama Chairil Anwar. Blio kan udah gamblang mendefinisikannya "kalau sampai waktuku...".

"Duh, berarti time is death ya, John? Saat gerak bertemu diam, when life meat death... "

"Mereka tiada. They are gone. Tapi udahlah, 'tak perlu sedu sedan itu!" Si John menaruh sendok, menenggak habis kopinya yang mulai dingin, padahal sekian menit lalu panas bener. Lantas, ini dia, Si John kabur begitu saja. Wimar yang bayar. (J)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun