Mohon tunggu...
Johan Wahyudi
Johan Wahyudi Mohon Tunggu... Guru - Guru, Pengajar, Pembelajar, Penulis, Penyunting, dan Penyuka Olahraga

Pernah meraih Juara 1 Nasional Lomba Menulis Buku 2009 Kemdiknas pernah meraih Juara 2 Nasional Lomba Esai Perpustakaan Nasional 2020, mengelola jurnal ilmiah, dan aktif menulis artikel di berbagai media. Dikenal pula sebagai penyunting naskah dan ghost writer. CP WA: 0858-6714-5612 dan Email: jwah1972@gmail.com..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengapa Tarif Tol Jembatan Suramadu Mahal Sekali?

19 Maret 2012   08:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:48 5981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13321439551180338445

[caption id="attachment_177178" align="aligncenter" width="624" caption="Jembatan Suramadu (Gambar: Mas Arif)"][/caption]

Pembangunan dilaksanakan untuk meningkatkan mutu hidup. Pembangunan terus digalakkan agar kehidupan menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Oleh karena itu, pemerintah merencanakan pembangunan itu seraya memberikan anggarannya yang dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Setiap pos lembaga tentu sudah memiliki sejumlah program dan estimasi pembiayaaan. Dan itu tentu termasuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan. Pada Sabtu, 17 Maret 2012, saya berkesempatan untuk mengunjungi Kota Pahlawan: Surabaya. Atas prakarsa Admin Kompasiana, saya diminta untuk berbagi pengalaman tentang dunia kepenulisan. Memang saya gemar menulis karena beranggapan bahwa menulis itu menyehatkan segalanya: kantong, fisik, dan pikiran. Jarang dan teramat jarang penulis itu tidak memiliki duit. Jarang dan teramat jarang penulis itu mengidap penyakit berbahaya. Dan teramat jarang penulis itu memiliki pikiran jahat. Acara Blogshop Kompasiana dan Roadshow Film Negeri 5 Menara sesi pertama berakhir sekitar jam 12.05. Setelah beramah-tamah sejenak dengan beberapa rekan kompasianer Surabaya, saya berpamitan. Kebetulan saya akan diajak Ibu Aridha Prassetya untuk menikmati keindahan Kota Surabaya. Memang sejak pagi, kedatanganku sudah disambut Bu Aridha hingga ditraktir makan pagi serta diantar ke lokasi kegiatan. Oleh beliau, siang itu, saya akan diajak menikmati sepoinya Jembatan Surabaya Madura (Suramadu). Konon Jembatan Suramadu adalah jembatan terpanjang yang dimiliki Indonesia. Sekitar jam 12.30, kami (saya, Bu Ari, dan Pak Arifin - sopir) sudah tiba di lokasi. Sebelumnya saya belum mengetahui posisi geografis Jembatan Suramadu. Saya baru mengetahuinya ketika sudah berada di atas jembatan. Ternyata Jembatan Suramadu memang indah, gagah, dan modern. Salut dengan kehebatan sang arsitek! Karena menjadi penumpang, saya selalu terkonsentrasi untuk menikmati keindahan jembatan. Saya menikmati keramaian pelabuhan nun jauh di sana. Beberapa nelayan pun tampak sibuk menangkap ikan di Selat Madura. Namun, saya mulai menangkap "sesuatu" yang kurang beres. Tiket Sangat Mahal Untuk menggunakan Jembatan Suramadu yang hanya berjarak sekitar 5,6 km, pengendara motor dikenakan tarif Rp 3.000, mobil pribadi Rp 30.000, mobil umum sekitar Rp 40.000, dan mobil angkutan barang dengan tonase berat sekitar Rp 60.000. Bagiku, tariff tol itu sangatlah mahal. Mahal sekali karena itu hanya digunakan untuk sekali jalan. Apa maksudnya? Ketika kami menggunakan kendaraan pribadi tersebut, kami harus membayar Rp 60.000 untuk pulang-pergi karena kami pasti berputar balik setelah tiba di Pulau Madura. Sekarang, cobalah dibandingkan dengan tariff tol Cikampek. Setahuku, tariff tol Cikampek hanya berkisar Rp 16.000 untuk menempuh jarak sekitar 50 km. lagian, cukup banyak fasilitas yang disediakan pengelola tol tersebut. Tentu tariff tol Jembatan Suramadu tergolong sangat mahal. Terlebih, setahuku, Jembatan Suramadu itu dibangun dan dikelola oleh negara dan bukan oleh swasta. Tidak Disediakan Telepon Umum Ketika melintasi Jembatan Suramadu, saya sempat melihat sebuah mobil yang mogok. Saya sempat melihat pula bahwa pemilik mobil itu kebingungan. Mungkin pemilik mobil itu ketakutan karena berada tepat di tengah jembatan. Terlebih, angin laut cukup kuat menerpa sehingga bisa membahayakan pengguna jalan. Sungguh teramat disayangkan, saya tak melihat fasilitas telepon umum yang terhubung ke pihak operator Jembatan Suramadu. Maka, saya pun menjadi ketakutan pula jika mobilku mogok. Kepada siapa lagi kami harus mengadukan nasib? Tidak Disediakan Rest Area Jembatan Suramadu telah dikenal dan terkenal sebagai objek wisata. Oleh karena itu, semestinya pihak pengelola Jembatan Suramadu memberikan kenyamanan kepada para pengguna. Dan itu tidak didapati di sana. Tak satu pun tersedia sarana rest area di atas jembatan. Konon pengelola takut jika jembatan tak kuat menahan beban. Alasan yang dibuat-buat. Memangnya jembatan itu dibuat dari bambu? Hahaha..... Maka, saya pun terpaksa mengambil gambar meskipun konon dilarang pengelola. Saya tentu menggunakan hakku karena saya telah membayar tariff tol tadi. Hak pengguna tidak hanya melewati jalan itu, tetapi juga dapat menikmati kenyamanan di atasnya. Jadi, tentu fasilitas rest area sangat dinantikan oleh para pengguna sehingga akan memancing para pengunjung yang ingin berfoto ria. Setahuku, Jembatan Suramadu dibangun dengan uang APBN. Itu berarti bahwa Jembatan Suramadu dibangun dengan uang rakyat dan semestinya menjadi hak rakyat untuk menikmatinya. Namun, rakyat dipaksa membayar ongkos sedemikian mahal meskipun hanya akan menikmati tak lebih 10 menit perjalanan. Dan saya pun tak mengetahui aliran uang yang dipungut dari para pengguna Jembatan Suramadu. Tentunya saya berharap agar pihak berwenang mengaudit keuangan pengelola jembatan rakyat itu. Teriring salam, Johan Wahyudi

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun