Mohon tunggu...
Johanes Marno Nigha
Johanes Marno Nigha Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar

Sedang Senang Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Heritage of Toba: Menyeimbangkan Kenyamanan Wisatawan dan Masyarakat Lokal

26 September 2021   00:50 Diperbarui: 26 September 2021   00:55 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Danau Toba (Doc. Risky  O.Carm)

Salah satu cara terbaik adalah menghubungkan narasi pariwisata ala pemerintah dan kebutuhan kultur masyarakat setempat. Contohnya dalam konteks Destinasi Super Prioritas (DSP) Danau Toba adalah berdialog dengan kebutuhan dan pemahaman masyarakat akar rumput yaitu warga lokal di sekitar area DSP ini.

 Kesan kuat lain yang muncul yaitu narasi pariwisata yang berkembang berasal dari para intelektual di tubuh pemerintah dan sudah berjarak dengan  masyarakat akar rumput.

Pariwisata yang dikelola akhirnya bersifat satu arah yaitu mengikuti trend pariwisata kebanyakan. Ada semacam kebiasaan menikmati pariwisata dari satu sudut pandang saja. Misalnya menggenjot sepuluh Bali baru, padahal jelas bahwa karakteristik pariwisata satu daerah sangat berbeda dengan karakteristik daerah lain.

Hasil yang muncul dari cara menikmati dalam satu kaca mata tunggal ini adalah bias keseragaman. Sebagai contoh misalnya pariwisata hanya soal memindahkan rasa dan corak wilayah tertentu ke wilayah lain.

Contoh pembandingnya adalah pembangunan infrastruktur yang muncul dalam pembangunan daerah DSP di Labuan Bajo, Flores, NTT. Salah satu wujudnya seperti munculnya hotel bergaya Yunani di Labuan Bajo dengan corak khas bangunan di daerah Santorini Yunani.

Hal ini mengakibatkan dialog dengan masyarakat menjadi semakin berjarak karena pariwisata diandaikan hanya sebatas melayani kepentingan pelancong demi menggenjot devisa. Apabila hal ini terus dipertahankan maka pariwisata kita sesungguhnya tidak pernah belajar dari pengalaman pahit yang baru saja terjadi akibat pandemi.

Sebagai pembanding bagaimana melihat keseimbangan antara  kebutuhan masyarakat lokal terhadap pariwisata dan wacana pariwisata oleh pemerintah ada sebuah contoh menarik di daerah Timor, NTT.

Sebuah daerah di salah satu kabupatennya yaitu Timor Tengah Selatan (TTS) atau tepatnya 136 km dari Kupang, ibu kota Provinsi hadir seorang Dicky Senda.

Dicky Senda (Doc. ubudwritesfestival.com)
Dicky Senda (Doc. ubudwritesfestival.com)

Dicky merupakan organisator dan pencetus komunitas Lakoat Kujawas di daerah Mollo. Pada awalnya ia membuka awal kerjanya melalui kerja pengarsipan tentang daerahnya.

Sebagai warga lokal juga orang muda yang gelisah, ia memulai kerja pengarsipan untuk memetakan tentang daerah kecilnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun