Mohon tunggu...
Johanes Marno Nigha
Johanes Marno Nigha Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar

Sedang Senang Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Heritage of Toba: Menyeimbangkan Kenyamanan Wisatawan dan Masyarakat Lokal

26 September 2021   00:50 Diperbarui: 26 September 2021   00:55 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Danau Toba (Doc. Risky  O.Carm)

Pada 15 Juli 2019, atau 8 bulan sebelum Pandemi menghantam Indonesia, Danau Toba telah ditetapkan dalam rapat terbatas kabinet sebagai salah satu dari 5 Destinasi Super Prioritas (DSP) dengan alokasi anggaran sebesar 1,07 Triliun.

Tujuannya untuk membangun fasilitas agar wisatawan yang berkunjung dapat menikmati kekayaan alam Indonesia dan serentak nyaman. Tujuan terbesar yaitu sebagai  pemasok devisa bagi negara.

Konsep yang selalu diusung yaitu soal kenyamanan wisatawan. Ada semacam wacana tunggal tentang menyamankan wisatawan senyaman mungkin dan pada saat yang sama mengabaikan masyarakat setempat sebagai pelaku pariwisata.

Hal ini tentu saja menjadi pelajaran berharga bagi pariwisata di Indonesia saat pandemi Covid-19 muncul. Bali sebagai role-mode pariwisata Indonesia merasakan dampak terbesarnya.

Kenyamanan para wisatawan yang datang lalu pergi berimbas pada penghasilan para pelaku pariwisata, terutama warga lokal.

 Saat sebelum pandemi masyarakat merasakan betapa pariwisata membuat warga hidup dengan layak. Namun pada titik lain pariwisata menjadi jalan pintas penyebaran virus. Lalu kenyataan pahit dirasakan warga saat pariwisata mengalami kelesuan akibat pandemi.

Kehidupan yang layak dan sejahtera berkat pariwisata tiba-tiba ambruk karena keroposnya sistem yang terbangun di dalamnya.Ada semacam ketidakseimbangan dalam bangunan pariwisata kita.

 Keinginan menarik wisatawan sebanyak mungkin dengan satu sarana budaya latar, lalu mengabaikan para pelaku pariwisata. Pengalaman hantaman pandemi membuktikannya. Ketika pandemi melanda, dunia pariwisata mendapatkan dampak yang parah.

Masyarakat tidak disiapkan untuk situasi ini karena hanya ada satu wacana tunggal tentang pariwisata. Wacana tunggal itu adalah menyamankan para wisatawan.

Ketika mereka pergi karena pandemi misalnya, basis kekuatan wisata menjadi ambruk lalu para pelaku pariwisata lokal yang hidupnya bergantung sepenuhnya pada pariwisata menjadi tidak berdaya.

Pengalaman ini seharusnya dipikirkan ulang juga oleh para pemangku kekuasaan.  Dalam konteks menyikapi program pengembangan pariwisata danau Toba  misalnya dalam slogannya Toba The World of Heritage, para pemangku kekuasaan  perlu untuk memecahkan narasi tunggal pariwisata kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun