Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sila Ke-3 di Sebuah Warung Makanan

3 Juni 2021   10:10 Diperbarui: 3 Juni 2021   10:17 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Warung wedang jahe dan sego kucing mas Karmin di dalam warung pak Tony.

Saya pikir ada baiknya juga saya hanya menulis sila-3, tanpa menyebutkan Persatuan Indonesia, karena berkemungkinan menyemangati orang yang belum menghafal atau lupa kelima butir Pancasila untuk menghafalnya, setidaknya sila ke-3 ini, yang lalu diikuti 4 sila yang lain, atau memulai menghafal secara berurutan mulai dari sila pertama s/d ke-5. Bagi yang sudah pernah menghafal, sebenarnya sangat kecil kemungkinan untuk lupa, karena hafalan itu sudah tersimpan dengan mantap di dalam pikiran bawah sadar.

Kali ini, seperti artikel-artikel saya sebelumnya dalam Topik Pilihan Pendidikan Pancasila, saya memilih untuk menulis tentang pengamalan dan para pengamal Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, dalam hal ini sila ke-3. Sama seperti pengamalan sila ke-2 yang didasari oleh sila pertama, pengamalan sila ke-3 ini didasari oleh sila pertama dan ke-2.

Di satu sisi, baru-baru ini ada sebuah keluarga tetangga saya yang pamit keluar dari grup WA RT karena mereka memilih pindah ke Jakarta, untuk menghindari ketidakakuran lebih lanjut dengan para tetangga mereka yang tidak punya pengertian, tidak mau membuat parkiran di rumah mereka dan parkir sembarangan di pinggir jalan di depan rumah mereka. Ketidakakuran ini sudah merembes pula ke hal-hal lain, dan karena ketidakakuran ini, apa pun yang diperbuat oleh keluarga ini selalu salah di mata para tetangganya, yang setelah saya amati ternyata tidak ikut halalbihalal yang saya sebutkan di bawah ini.

Di sisi lain, di luar cluster tempat saya tinggal, ada sebuah warung yang dikelola oleh pak Tony yang menjual masakan suki dll, dan minuman. Di dalam warung ini ada dua lapak yang menyewa tempat pak Tony, yaitu warung wedang jahe dan sego kucing mas Karmin, dan warung mie ayam pak Andrew. Meja dan bangku disediakan oleh pak Tony.

Ketiga warung ini buka mulai sore hingga malam. Di luar warung, agak ke kiri dari warung mas Karmin, terdapat sebuah meja tempat mas Heru berjualan lontong pecal setiap pagi.

Pak Tony, mas Karmin, pak Andrew, dan mas Heru adalah keempat sahabat saya.

Setiap hari, pada jam buka ketiga lapak ini, suasananya selalu ramai dengan obrolan dan canda tawa para pengunjung. Setiap waktu shalat, keempat sahabat saya ini mengambil waktu bergiliran untuk shalat.

Tidak seperti artikel saya: Ku Tak Sendiri, Bersama Itu Indah, Tetanggaku adalah Saudaraku, yang menyebut nama lengkap dan foto beberapa orang atas anjuran Letkol Laut Mohammad Taufik, S.H., seorang pinisepuh warga RT, artikel ini saya isi hanya dengan nama depan dan tanpa foto, tentunya setelah melakukan beberapa pertimbangan.

Tanggal 1 Juni 2021 kemarin saya mengajak pak Alex, sahabat dan tetangga saya, untuk makan mie ayam pak Andrew, yang bersama tiga orang lainnya juga adalah sahabat pak Alex.

Saya duluan pergi ke warung pak Tony karena pak Alex hendak shalat Isya. Saya pun menunggu pak Alex untuk makan bersama. Sambil menunggu di tengah hujan lebat, saya sempat berpesan kepada pak Tony dan pak Andrew untuk tetap akur dan meraih sukses bersama-sama, yang ditanggapi mereka dengan "ya" disertai senyuman. Pesan ini saya sampaikan karena pak Andrew baru beberapa hari buka lapak di sana dengan memindahkan gerobak mie ayamnya dari rumah, tempat dia berjualan sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun