Zikir di Antara Gerbong: Adab Islami di KRL
Ketika Gerbong Menjadi Ruang Muhasabah
Pagi itu, KRL jurusan Sudimara--Tanah Abang padat seperti biasa. Penumpang berdesakan, sebagian sibuk memeriksa ponsel, sebagian lain terkantuk di kursi prioritas. Di dekat pintu, seorang bapak tua menggenggam tasbih, bibirnya lirih melafalkan zikir. Di tengah riuhnya perjalanan, ada ketenangan yang lahir dari hati yang terhubung pada Sang Pencipta.
Mengapa Adab di KRL Penting
KRL adalah miniatur masyarakat. Semua orang punya tujuan masing-masing, tapi kenyamanan tercipta hanya jika setiap penumpang mematuhi aturan dan menjaga sikap. Tanpa adab, perjalanan yang singkat bisa terasa melelahkan.
Sumber Ketidaknyamanan di Gerbong
Berdiri menutupi pintu saat kereta berhenti, memaksakan masuk saat penuh, atau berbicara keras tanpa memedulikan sekitar... inilah kebiasaan yang sering memicu ketegangan antar penumpang.
Perilaku yang Harus Ditinggalkan
Menggunakan kursi prioritas tanpa hak, makan dengan aroma menyengat, atau memutar musik tanpa earphone adalah contoh kecil yang mengganggu banyak orang.
Adab Islami di Transportasi Umum
Islam mengajarkan itsar mendahulukan orang lain---dan menjaga hak sesama. Di KRL, ini berarti memberikan tempat duduk kepada lansia, ibu hamil, atau disabilitas; menjaga kebersihan; serta berbicara seperlunya dengan suara rendah. Rasulullah mengajarkan bahwa seorang Muslim sejati adalah yang tidak mengganggu orang lain dengan lisan dan perbuatannya.
Fakta Penelitian
Studi perilaku transportasi di kota besar menunjukkan bahwa kepatuhan sederhana seperti antre dan memberi tempat duduk berpengaruh langsung pada kepuasan pengguna KRL. Kebiasaan ini juga mengurangi stres perjalanan.
Mengisi Waktu dengan Zikir
Daripada mengeluh karena desakan penumpang atau lamanya perjalanan, mulut bisa sibuk dengan zikir: subhanallah, alhamdulillah, allahu akbar. Zikir tidak hanya menenangkan hati, tetapi juga membuat perjalanan terasa lebih singkat dan bermakna.
Menjaga Harmoni di Gerbong
Kedisiplinan membuang sampah di tempatnya, mematikan suara notifikasi, dan tidak mendorong saat masuk atau keluar akan menciptakan suasana yang lebih nyaman. Bila semua penumpang mempraktikkan ini, KRL bukan hanya alat transportasi, tapi ruang untuk saling menghormati.
Refleksi di Stasiun Akhir
Saat turun di stasiun tujuan, kita bisa bertanya pada diri: apakah hari ini aku sudah menjadi penumpang yang beradab? Apakah zikirku mengalahkan keluhanku? Jika iya, maka KRL bukan sekadar kereta, melainkan madrasah akhlak yang mengantar kita menuju ridha Allah.