Mohon tunggu...
Julian Abednego Wibisono
Julian Abednego Wibisono Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Rocket up your fantasy beyond supremacy.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Takdir, Impian, dan Penguasa Waktu

11 September 2020   23:00 Diperbarui: 14 September 2020   01:48 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bel pulang sekolah telah berdenting, siswa-siswi bersiap-siap untuk kembali ke rumahnya. Akan tetapi, di salah satu kelas di mana Ponix berada, terjadi sebuah drama yang tidak seorang pun menduganya. Dua orang perempuan yang manis menghampiri Ponix.

            "Chronos, temanku, apa yang harus aku lakukan?" rengek Ponix.

            "Bukannya kau ingin menjadi polisi seperti yang kau impikan? Kalau begitu bertindak secara dewasalah dan bentuk karakter itu mulai dari sekarang."

Chronos menghilang. Saat itu juga, ketika Mei dan Eris tiba di depan Ponix, secara agresif, Ponix menarik lengan Mei dan pergi ke luar bersamanya. Pada kesempatan ini, Ponix memberanikan diri untuk mengobrol dengannya. Di sisi lain, wajah Mei memerah, malu mengungkapkan isi hatinya apalagi setelah melihat sikap Ponix yang begitu agresif. 

Mei mengeluarkan sebuah amplop merah muda dari saku roknya dan dan berusaha memberikannya kepada Ponix agar dia lebih mengerti daripada harus menerka rangkaian kata yang keluar dari mulut Mei. Surat telah diterima, dan Mei pergi meninggalkan Ponix dengan perasaan malu sekaligus bahagia. Chronos muncul kembali.

            "Ponix! Apa yang kau pikirkan? Mengapa kau biarkan Mei pergi sekarang?"

            "Em. . . bukannya aku sudah mengatasi rasa takutku? Hanya itu saja yang harus aku lakukan, bukan?" jawab Ponix dengan santai.

            "Itu saja? Ayo sini." Mereka berdua menyusul Mei ke depan gerbang sekolah.

Untuk kedua kalinya, Ponix menyaksikan Mei dan pemuda yang mabuk itu meninggal di hadapannya. Seorang lelaki yang bermimpi menjadi polisi itu tidak henti menyalahkan dirinya karena gagal melindungi orang di sekitarnya. Dalam hatinya, dia mengecap dirinya sebagai sebuah kegagalan. Menjerit tanpa suara, menangis tanpa air mata, begitulah kondisinya. Akan tetapi, kali ini Ponix langsung memperhatikan sekitarnya.

            "Chronos, tolong ulangi sekali lagi. Aku tidak akan menyia-nyiakan waktuku lagi."

            Dan sekali lagi, Chronos menjentikkan jarinya. Secara ajaib, dia membalikkan semua keadaan pada lima menit sebelum peristiwa tragis itu terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun