Mohon tunggu...
Joko Martono
Joko Martono Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

belajar memahami hidup dan kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bekal Kompasianer yang Berminat Meliput Peristiwa di Lapangan

24 Juni 2020   23:49 Diperbarui: 30 Juni 2020   14:38 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: www.chauffeurdriven.com)

Membincang jurnalistik sudah barang tentu tidak terlepas dari pengertiannya sebagai suatu proses, sebagai teknik, dan sebagai ilmu pengetahuan.

Sebagai suatu proses, akan selalu berkaitan dengan aktivitas mulai dari pengumpulan/peliputan suatu peristiwa/kejadian, penulisan, hingga memublikasikannya. Demikian halnya sebagai suatu teknik, jurnalistik merupakan keterampilan (skill) dalam melakukan peliputan, menulis, dan menyampaikan peristiwa/berita lewat media.

Sedangkan jurnalistik (jurnalisme) sebagai ilmu pengetahuan lebih menitikberatkan pada kajian di bidang komunikasi massa, tidak sekadar teknik reportase, wawancara, menulis berita, publikasi, namun terfokus pada pengembangan intelektualitas dan penghayatan orientasi metodologi serta etika profesi.

Tulisan ini tentunya hanya sekadar berbagi pengalaman berkait jurnalistik sebatas pengertian sebagai proses dan teknik terutama berhubungan dengan aktivitas pengumpulan data/informasi atas peristiwa yang diliput selanjutnya diolah/ditulis dan disajikan kepada khalayak.

Pengumpulan data bisa juga di sini disebut mencari, melacak, menggali, meliput atau "berburu peristiwa" di lapangan yang pastinya mengalami situasi gampang-gampang susah, penuh liku-liku, tantangan bahkan tak jarang menghadapi risiko.

Dikatakan gampang, yah kalau peristiwanya landai-landai saja misalnya peliputan yang bersifat seremonial, peresmian/pembukaan lomba, pertandingan/event olahraga, menghadiri seminar, tinjauan pejabat atau kegiatan sosial lainnya.

Yang penting dalam hal ini tema dan topiknya sudah kita pahami, ditambah rangkuman yang dikemukakan para nara sumber, tentukan angle dan setelahnya berbekal 5 W + 1 H maka jadilah berita yang siap disajikan kepada khalayak.

Dikatakan susah, penuh liku-liku dan tantangan apabila peristiwanya mengandung konflik, seperti penggusuran, demonstrasi, pembebasan tanah, tragedi yang menewaskan sejumlah orang, atau sejenis pastinya memerlukan bekal khusus dan sangat situasional yang perlu dimiliki oleh si "pemburu peristiwa" hingga menghasilkan suatu pemberitaan faktual.

Contoh artikel hasil peliputan lapangan, di sini. Bekal khusus dan sangat situasional dimaksudkan bilamana kita terjun ke kancah yang peristiwanya sedang "memanas" dan berkepanjangan.

Seperti pengalaman penulis dalam meliput penggusuran permukiman di bantaran Kali Code Yogyakarta, pembebasan tanah calon bandara baru di Kulonprogo yang dibarengi unjukrasa atau demo secara simultan -- tentunya menggugah kita untuk bisa menempatkan diri supaya lancar melakukan pencarian atau pelacakan informasi dari berbagai sumber berkait persoalan yang sedang terjadi.

Diawali bekal wawasan/pemahaman kronologi persoalan dan kemauan kuat serta keberanian yang diperhitungkan untuk terjun ke lapangan akan membawa kesan dan kepuasan tersendiri dalam memproduksi suatu tulisan/artikel.

Melalui dukungan riset data, observasi lapangan, wawancara tokoh atau nara sumber yang berkompeten akan menambah sajian tulisan semakin hidup, akurat, kredibel dan memiliki nilai kekinian serta menghindari hoaks.

Di samping kita memeroleh informasi faktual, berhadapan langsung dengan para pelaku, menggali info dari berbagai pihak yang punya relevansi, juga akan berkontribusi nyata (real) yang dapat membantu/ memberikan solusi terbaik terhadap persoalan yang sedang dihadapi.

Kecuali bagi yang tak berminat melakukan peliputan lapangan, cukup duduk di ruangan dan membolak-balik buku, bacaan/literature, memanfaatkan search engine untuk memulung tebaran info-info yang dimaui, atau bisa juga merenung serta mengolah inspirasi, mengembangkan pembahasan atau pemikiran maupun intuisi maka jadilah sebuah tulisan. Itu semua adalah pilihan.

Nah kembali pada proses pengumpulan bahan berita di lapangan, bekal yang juga perlu dimiliki adalah peta/deskripsi lokasi sekaligus perlunya beradaptasi di tempat peristiwa itu terjadi.

Menyesuaikan diri di lokasi peristiwa yang disertai unjuk rasa/demo akan sangat membantu bilamana terjadi situasi darurat, karena perlindungan diri penting dan apa yang perlu dilakukan supaya proses peliputan tetap berlangsung.

Berempati dengan lingkungan/warga  setempat di samping ikut merasakan apa yang mereka rasakan juga sebagai bekal agar memudahkan kita untuk menggali berbagai info terkait, menampung seluruh keluh kesah, apa yang menjadi harapan, terutama dari kalangan lemah, terdampak dan tidak berdaya.

Dalam kondisi demikian (berempati) bukan berarti kita larut dalam pemikiran mereka, namun kita sedang melakukan pendekatan emik, yaitu memberi keleluasaan mereka/warga untuk mengungkapkan segala persoalan sesuai kemampuan atau pengetahuan tanpa adanya intervensi sehingga dapat melengkapi pendapat/aspirasi terkini yang sedang berkembang di lokasi setempat.

Kekurangan nara sumber di lapangan? Hal ini pernah penulis alami sehingga untuk melengkapi penggalian data lapangan perlu mencari sumber-sumber informasi (informan) lain yang relevan terkait persoalan yang sedang terjadi.

Caranya, yaitu jangan segan meminta petunjuk dari nara sumber yang telah diwawancarai untuk mencarikan nama dan alamat orang lain di seputaran lokasi yang punya wawasan luas dan sekiranya bisa didatangi. Syukur bilamana yang ditunjuk itu merupakan tokoh lokal atau orang kunci (key person) di kawasan sekitar.

Berbekal teknik snowball seperti ini kita tidak akan kehabisan data lapangan sehingga pelacakan atau penggalian informasi menjadi semakin komprehensif, menambah pengayaan perspektif dalam tulisan/artikel yang hendak disusun.

Hal yang juga perlu dilakukan di lapangan sekaligus sebagai bukti dokumentasi yaitu pengambilan foto/gambar untuk melengkapi dan memperkuat data primer yang ditemui dalam kancah di mana peristiwa berlangsung.

Biasakan jika mengambil gambar seorang tokoh diawali dengan meminta izin terlebih dahulu karena ini terkait kesantunan dalam memublikasikan privasi seseorang.

Menyoal seberapa banyak sumber informasi yang perlu dikumpulkan sebagai bahan tulisan, tidaklah ada ketentuan baku yang menjadi pedoman. Semakin banyak sumber berita yang digali tentunya semakin melengkapi.

Terpenting dalam hal ini adalah siapa saja yang terlibat di dalam peristiwa telah terwakili atau telah ter-cover supaya peliputan tidak cenderung sepihak, lebih memberikan gambaran luas dari berbagai sumber, berbagai sudut pandang dan berbagai kepentingan secara berimbang (bothside coverage).

Mungkinkah kompasianer melakukan peliputan lapangan?

Jawabnya: sangatlah dimungkinkan!  Sebagai jurnalis warga sebenarnya banyak peluang yang bisa dilakukan para kompasianer untuk melakoni giat pengumpulan informasi/data lapangan, mengolah hingga menyampaikan pemberitaan atas dasar fakta kepada khalayaknya.

Namun itu semua kembali pada minat, kemauan serta keberanian terjun ke kancah atau lokasi peristiwa untuk mendapatkan informasi akurat terkini sebagai pendukung produk tulisan yang layak disajikan dalam ruang publik virtual kompasiana.

Ini bisa anggap penting, mengingat betapapun bagusnya ide/gagasan yang seringkali terpampang dalam judul dan lead tulisan -- hanyalah akan menjadi pepesan kosong apabila tidak dilengkapi data aktual, kredibel dan yang relevan.

Barang tentu tulisan ini tak hendak menggurui, tidak pula bermaksud mengompor-ngompori agar kita sebagai kompasianer/sebagai jurnalis warga atau blogger dituntut selalu melakukan riset data melalui peliputan langsung di lapangan untuk mendukung sebuah makna tulisan.

Sekali lagi, hanya bagi mereka yang berminat dan atas kemauan diri serta keberanian menghadapi/menanggung risiko sebagai tantangan dalam mengasah kemampuan mencari, melacak, menggali data primer di lokasi atau tempat peristiwa berlangsung.

Memang ada kalanya kita perlu menyoba terjun ke lapangan untuk menghimpun data sebagai bahan tulisan. Melalui bukti-bukti empiris tersebut, pemaparan dan argumen rasional yang dikemukakan menjadi semakin hidup, kaya perspektif, mengungkap permasalahan secara mendasar dan bisa memberikan solusi yang ditujukan kepada pihak-pihak berkepentingan.

Mungkin sudah saatnya para jurnalis warga bangkit menuangkan fakta, menumbuhkan wacana publik, mengembangkan interaksi sosial dalam wadah komunitas online tanpa meninggalkan kredibilitas, sehingga ruang publik virtual yang tersedia memberikan benefit -- daripada hanya berkutat menayangkan "tebar pesona" yang tak banyak memiliki nilai tambah.

JM (24-6-2020).

Link terkait ini:

https://www.kompasiana.com/jk.martono/552a2020f17e61395fd623d6/rencana-bandara-baru-di-yogyakarta-terkendala-pembebasan-lahan-sebuah-investigative-reporting

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun