Mohon tunggu...
Andri S. Sarosa
Andri S. Sarosa Mohon Tunggu... Insinyur - Instruktur, Trainer, Konsultan Sistem Manajemen + Bapak yang bangga punya 5 Anak + 1 Istri

Insinyur lulusan Usakti

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Edukasi Masyarakat Demi BPJS

3 September 2019   14:59 Diperbarui: 3 September 2019   15:21 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berita hari Senin (2/9/2019): DPR menolak rencana Pemerintah yang ingin menaikkan iuran BPJS Kesehatan (!).

Alhamdulillah, iuran BPJS Kesehatan tidak jadi naik dua kali lipat seperti usulan Pemerintah. Tapi, eit tunggu dulu.. baca kelanjutan beritanya.

"Komisi IX DPR RI dan Komisi XI DPR RI menolak rencana Pemerintah untuk menaikkan premi JKN untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III, sampai Pemerintah menyelesaikan data cleansing serta mendesak Pemerintah untuk mencari cara lain dalam menanggulangi defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) kesehatan," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Soepriyatno di Gedung DPR.

Nah.. berarti penolakan DPR tersebut tak berlaku untuk peserta mandiri khusus kelas I & II dan DPR mengharap "cara lain" dari Pemerintah untuk mengatasi defisit yang mencapai Rp 32,84 triliun.

Hmmm... emang bisa?

**
Gue sendiri sejatinya pengguna BPJS yang boros.


Boros? Iya.. sebab udah milyaran rupiah biaya yang ditanggung BPJS untuk pengobatan penyakit jantung koroner gue.

Ketika pertama kali kena serangan jantung tahun 2017, gue masih menggunakan asuransi swasta saat dirawat di Rumah Sakit Puri Cinere karena selain memang saat itu sedang gawat darurat, RS tersebut tidak menerima pasien BPJS. Alhasil selesai perawatan, gue perlu membayar excess claim yang bernilai jutaan rupiah. Itupun rencana operasi pemasangan ring jantung gue batalin karena biayanya sangat besar.

Setelah itu baru deh gue menggunakan BPJS untuk pemasangan ring jantung di RS Siloam Jakarta Selatan. Tetapi karena BPJS hanya dapat menanggung 1 tindakan per-kejadian maka proses katerisasi dan proses pasang ring jantung dilakukan selang 3 bulan kemudian. Proses tersebut gue jalani saja, dan akhirnya terpasang 4 ring di jantung gue dengan beberapa kali operasi pemasangan ring jantung.

Tahun 2018, gue kena serangan jantung kedua. Kali ini seluruh biaya ditanggung BPJS dari mulai masuk Instalasi Gawat Darurat di RS Mitra Bekasi Timur, perjalanan Ambulan rujukan ke RS Harapan Kita, termasuk perawatan dan pasang 1 ring jantung lagi di RS Harapan Kita. Total sekarang sudah 5 ring jantung bersarang di jantung gue, benar-benar Lord of the Ring.

Coba hitung-hitungan...

1 ring jantung bisa dihargai kisaran Rp. 80 juta. Jadi jika 5 ring jantung maka = RP. 400 juta. Ini belum biaya operasi, perawatan, Dokter, Rumah Sakit, obat-obatan, konsul bulanan selama 2 tahun sampai saat ini dan lainnya.
Bisa jadi jika ditotal bakal menyentuh angka milyaran rupiah. Dan... semua itu ditanggung oleh BPJS dengan gue hanya bayar Rp. 80.000/bulan.

Boros kan gue?

**
Bagaimana strategi Pemerintah mengurangi defisit selain menaikan iuran wajib?

Diluar membenahi internal BPJS itu sendiri Pemerintah perlu mengedukasi dan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap keberadaan BPJS.

Sebagai pelanggan setia BPJS, gue melihat BPJS memang sangat diperlukan oleh masyarakat Indonesia terutama para manula. Karena setiap berobat menggunakan BPJS, mayoritas pasien adalah orang-orang tua dengan penyakit yang serius memenuhi antrian BPJS.

Melihat kondisi ini artinya tingkat kesehatan masyarakat Indonesia memang belum baik sehingga mereka perlu berobat, baik ke Puskesmas ataupun ke Rumah Sakit. Mestinya ini yang jadi prioritas Pemerintah untuk membangkitkan kesadaran masyarakat bagaimana untuk hidup sehat terutama dimasa tua kelak, dari mulai gaya hidup, makanan dan lain-lain.

Kalau mau belajar sama orang Jepang. Kebanyakan orang Jepang menikmati masa tuanya dengan berwisata ke berbagai negara di dunia. Kenapa orang-orang tua Jepang tersebut bisa berkelana? Karena mereka sehat!

Lalu selain itu apa lagi?
Kita paham sebagian orang Indonesia penganut filosofi "ngga mau rugi". Masa setiap bulan sudah bayar iuran BPJS tapi ngga pernah menikmati manfaatnya? Contoh nih..

Twitter Pribadi
Twitter Pribadi
Orang-orang seperti ini akhirnya malah menuh-menuhin antrian BPJS di Puskesmas ataupun di Rumah Sakit. Mereka datang berobat untuk menikmati gratisnya saja walaupun hanya menderita pusing sedikit yang bisa disembuhkan dengan obat warung. Bahkan ada oknum masyarakat yang berobat menggunakan BPJS hanya untuk mendapatkan Surat Keterangan Sakit dari Dokter untuk keperluan bolos kantor.

Ketika Puskesmas, Klinik atau Rumah Sakit mengambil tindakan tegas dengan tidak melayani mereka, mereka akan teriak sekeras-kerasnya di media sosial untuk menarik simpati.

BPJS pun sudah mengambil tindakan antisipasi untuk menanggulangi "kecurangan" pasien, misalnya pasien menggunakan kartu BPJS orang lain, dengan cara scan sidik jari. RS Prikasih Pondok Labu telah menerapkan metode ini untuk pasien penyakit yang "mahal", seperti pasien jantung kayak gue ini.

Orang-orang seperti ini juga bisa menyebabkan pemborosan karena setiap pemeriksaan pasien, BPJS kan harus mengeluarkan biaya ini itu. Tugas Pemerintah jugalah yang harus mengedukasi mental oknum-oknum ini agar mau meninggalkan filosofi "ngga mau rugi" tadi.

Susah ya? Memang susah...

Lebih susah lagi adalah bagaimana Pemerintah mewajibkan setiap warga negara Indonesia untuk membayar iuran BPJS rutin setiap bulannya tanpa merasa terbebani dan merasa ikhlas untuk gotong royong terhadap sesama?

Selamat bekerja Pemerintah!

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun