Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) diciptakan untuk mempermudah hidup manusia: dari membantu kerja kantor, memprediksi cuaca, hingga mendukung pendidikan. Namun, di balik manfaatnya, AI juga membawa ancaman baru. Salah satu yang paling berbahaya adalah deepfake, teknologi yang mampu memanipulasi wajah dan suara seseorang dengan tingkat realisme yang menipu.
Beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia sempat digegerkan dengan video Menteri Keuangan Sri Mulyani yang tampak seolah-olah menyebut guru sebagai "beban negara." Video tersebut tersebar luas di media sosial, memicu kemarahan banyak pihak, hingga menambah sentimen negatif terhadap pemerintah.
Faktanya? Itu video palsu. Sebuah deepfake.
Kasus ini adalah contoh nyata betapa AI bisa menciptakan krisis kepercayaan di masyarakat.
Apa Itu Deepfake dan Bagaimana Cara Kerjanya?
Deepfake adalah kombinasi kata "deep learning" dan "fake."
Teknologi ini menggunakan algoritma machine learning, khususnya Generative Adversarial Networks (GANs), untuk:
- Mempelajari wajah dan suara target dari kumpulan data (video, foto, rekaman suara).
- Mengganti atau menempelkan wajah/suara target pada tubuh orang lain dengan sinkronisasi yang sangat halus.
- Menghasilkan video/audio palsu yang sulit dibedakan dari aslinya.
Dengan perkembangan AI, kualitas deepfake kini sudah sangat tinggi. Kedipan mata, ekspresi wajah, hingga intonasi suara bisa ditiru hampir sempurna.
Kasus-Kasus Deepfake dan Dampaknya
1. Kasus Sri Mulyani (Indonesia, 2025)
- Kejadian: Video editan menampilkan seolah-olah Sri Mulyani menyebut guru sebagai "beban negara."
- Dampak:Â
- Masyarakat guru merasa terhina memicu protes.
- Reputasi pejabat publik terancam.
- Publik makin skeptis terhadap informasi resmi.
- Pelajaran: Deepfake bisa dipakai untuk menyerang reputasi tokoh publik dan mengacaukan hubungan pemerintah dengan masyarakat.
2. Obama Deepfake oleh Jordan Peele (AS, 2018)
- Kejadian: Sebuah video viral menampilkan Barack Obama mengucapkan kalimat menghina Donald Trump.
- Fakta: Video itu adalah eksperimen dari Jordan Peele, seorang komedian, untuk mengedukasi publik tentang bahaya deepfake.
- Dampak:
- Membuka mata dunia bahwa video tidak selalu bisa dipercaya.
- Muncul kekhawatiran terhadap pemilu dan disinformasi politik.
3. Kasus CEO Tertipu Suara Palsu (Eropa, 2019)
- Kejadian: Seorang direktur perusahaan energi di Inggris menerima telepon dari "bosnya" di Jerman, meminta transfer 220 ribu euro.Â
- Fakta: Suara itu hasil AI voice cloning.
- Dampak: Kerugian finansial besar, sekaligus membuktikan bahwa AI bisa dipakai untuk penipuan bisnis tingkat tinggi.
4. Pornografi Deepfake
- Kasus: Banyak artis dunia, misalnya Scarlett Johansson menjadi korban pembuatan konten pornografi deepfake. Di Asia, beberapa artis Korea bahkan mengalami trauma akibat penyebaran video palsu ini.
- Dampak:
- Pelecehan seksual digital.
- Trauma psikologis pada korban.
- Reputasi karier hancur.
- Pelajaran: Deepfake bukan hanya soal politik, tapi juga serangan personal yang merusak hidup individu.
5. Deepfake dalam Pemilu India
- Kejadian: Kandidat politik menggunakan deepfake agar tampak berbicara dalam berbagai bahasa lokal yang sebenarnya tidak dikuasai.
- Dampak:
- Memengaruhi opini publik.
- Menimbulkan pertanyaan etis: apakah ini inovasi kampanye atau manipulasi?
- Pelajaran: Deepfake bisa mengancam integritas demokrasi.
Dampak Psikologis dan Sosial
- Krisis Kepercayaan Publik Masyarakat bingung membedakan mana fakta, mana palsu.
- Kerentanan Generasi Muda Anak muda lebih mudah terpengaruh konten viral tanpa verifikasi.
- Trauma Korban Deepfake Korban pornografi atau fitnah bisa mengalami depresi, kecemasan, hingga kehilangan pekerjaan.
- Disintegrasi Sosial Muncul perpecahan dan konflik akibat informasi palsu yang dianggap benar.
Bagaimana Kita Bisa Melindungi Diri
1. Verifikasi Informasi
- Cek akun resmi.
- Bandingkan dengan media kredibel.Â
2. Kenali Tanda Deepfake
- Gerakan bibir tidak sinkron.
- Pencahayaan wajah aneh.
- Suara terdengar datar/kaku.
3. Literasi Digital Sejak Dini
- Anak muda perlu dilatih mengenali manipulasi ddigital
- Guru dan sekolah punya peran besar dalam pendidikan literasi media.
4. Teknologi Anti-Deepfake
- Perusahaan teknologi mengembangkan software pendeteksi deepfake.
- Platform media sosial mulai memasang label "konten manipulasi."
5. Regulasi dan Etika
- Pemerintah perlu aturan ketat tentang penggunaan AI.
- Hukuman tegas bagi penyalahgunaan deepfake.
Kasus Sri Mulyani hanyalah satu contoh terbaru dari bahaya deepfake. Dari Obama yang dipalsukan, CEO yang ditipu, hingga korban pornografi digital, semua menunjukkan bahwa AI bukan sekadar teknologi canggih, melainkan senjata yang bisa merusak kepercayaan, reputasi, bahkan kehidupan.
AI sendiri bersifat netral. Yang berbahaya adalah bagaimana manusia menggunakannya. Di era ini, kemampuan kita untuk berpikir kritis dan memverifikasi informasi adalah pertahanan utama. Karena percaya buta pada apa yang terlihat di layar bisa jadi bumerang bukan hanya bagi individu, tapi juga bagi bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI