Mohon tunggu...
Jiebon Swadjiwa
Jiebon Swadjiwa Mohon Tunggu... Penulis

📖 Penulis | Jurnalis | Content Writer | Hidup untuk ditulis, menulis untuk hidup, dan apa yang saya tulis itulah diri saya!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Apakah Hari Buruh Akan Menjadi Kenangan, Ketika AI dan Perang Dagang Mengguncang Dunia Kerja dengan PHK Besar-Besaran?

1 Mei 2025   18:50 Diperbarui: 1 Mei 2025   18:50 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buruh menghadapi AI dan PHK massal di tengah krisis global dan perubahan dunia kerja . (ImageFX)

Pernahkah kamu membayangkan sebuah Hari Buruh yang sunyi?

Tanpa orasi.

Tanpa spanduk.

Tanpa massa berpeluh yang turun ke jalan demi menyuarakan harapan akan keadilan.

Di tahun 2025, bayangan ini bukan lagi skenario fiksi ilmiah, melainkan kenyataan yang mulai terasa menggigit.

Teknologi yang melaju tanpa ampun, dan dunia yang terus bergolak oleh perang dagang, telah melahirkan generasi pekerja yang bukan hanya kehilangan pekerjaan, tapi juga makna dari eksistensinya.

Hari ini, bukan hanya para buruh yang bertanya-tanya soal masa depan, tapi kita semua.

Menurut laporan World Economic Forum 2025, sebanyak 40% perusahaan global sedang merencanakan pemangkasan tenaga kerja demi efisiensi lewat otomatisasi dan teknologi kecerdasan buatan.

Bahkan, prediksi yang lebih mencengangkan menyebutkan bahwa hingga 300 juta pekerjaan berisiko lenyap akibat AI dalam waktu dekat.

Di sektor teknologi yang ironisnya menjadi pionir perubahan ini, lebih dari 22.000 pekerja telah dirumahkan hanya dalam beberapa bulan awal tahun.

Yang lebih menyakitkan: banyak dari perusahaan tersebut justru meningkatkan anggaran untuk pengembangan AI, tak lama setelah melakukan gelombang PHK.

Jika kamu salah satunya, mungkin kamu paham bahwa ini bukan sekadar kehilangan penghasilan.

Ini adalah kehilangan makna.

AI bukan hanya mengambil alih pekerjaan manual, ia kini juga menggantikan profesi yang selama ini dianggap "aman": analis data, copywriter, bahkan ilustrator.

Satu per satu, skill yang dulu dibanggakan kini jadi fitur dalam perangkat lunak.

Dan bagi sebagian orang, ini menimbulkan ketakutan eksistensial yang lebih dalam daripada sekadar kesulitan ekonomi.

Jika mesin bisa bekerja lebih cepat, lebih murah, dan (katanya) lebih akurat, apa yang tersisa dari peran manusia?

Di belahan dunia lain, badai justru datang dari arah yang berbeda.

Perang dagang antara Amerika Serikat dan China menyeret jutaan pekerja ke dalam ketidakpastian yang sama pahitnya.

Pemerintahan Trump memberlakukan tarif impor hingga 145% terhadap berbagai produk dari China.

Di balik angka itu, lebih dari 500.000 pekerjaan di sektor manufaktur dan pertanian Amerika diperkirakan hilang.

Di China, kondisi tak kalah suram: penurunan pesanan ekspor, penutupan pabrik, dan PHK massal mengancam stabilitas sosial di kota-kota industri.

Tapi kita tahu: yang paling dulu dan paling keras merasakan dampaknya adalah buruh.

Mereka yang dulu menggantungkan harapan pada rutinitas pabrik kini menggantungkan harapan pada subsidi.

Anak-anak yang dulunya punya peluang sekolah, sekarang harus turun membantu orang tua untuk bertahan hidup.

Dan komunitas yang dibangun bertahun-tahun di atas keringat pekerja, hancur hanya dalam hitungan bulan karena kebijakan yang dilahirkan di meja-meja konferensi.

Di tengah semua ini, kita sampai pada pertanyaan yang menyentuh inti, masih adakah makna dari Hari Buruh jika buruh itu sendiri mulai 'dihapuskan'?

Mari kita gunakan momen ini untuk bertanya lebih dalam:

Masa depan seperti apa yang ingin kita ciptakan, jika pekerjaan sebagai jembatan antara manusia dan kehidupan, perlahan-lahan mulai menghilang?

Dan saat kita tahu jawabannya, mungkin saat itu kita tidak hanya memperingati Hari Buruh...

...tapi juga merayakan kebangkitan kesadaran kolektif tentang makna menjadi manusia di tengah dunia yang makin otomatis. ***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun