Tapi kita tahu: yang paling dulu dan paling keras merasakan dampaknya adalah buruh.
Mereka yang dulu menggantungkan harapan pada rutinitas pabrik kini menggantungkan harapan pada subsidi.
Anak-anak yang dulunya punya peluang sekolah, sekarang harus turun membantu orang tua untuk bertahan hidup.
Dan komunitas yang dibangun bertahun-tahun di atas keringat pekerja, hancur hanya dalam hitungan bulan karena kebijakan yang dilahirkan di meja-meja konferensi.
Di tengah semua ini, kita sampai pada pertanyaan yang menyentuh inti, masih adakah makna dari Hari Buruh jika buruh itu sendiri mulai 'dihapuskan'?
Mari kita gunakan momen ini untuk bertanya lebih dalam:
Masa depan seperti apa yang ingin kita ciptakan, jika pekerjaan sebagai jembatan antara manusia dan kehidupan, perlahan-lahan mulai menghilang?
Dan saat kita tahu jawabannya, mungkin saat itu kita tidak hanya memperingati Hari Buruh...
...tapi juga merayakan kebangkitan kesadaran kolektif tentang makna menjadi manusia di tengah dunia yang makin otomatis. ***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI