Jika kamu salah satunya, mungkin kamu paham bahwa ini bukan sekadar kehilangan penghasilan.
Ini adalah kehilangan makna.
AI bukan hanya mengambil alih pekerjaan manual, ia kini juga menggantikan profesi yang selama ini dianggap "aman": analis data, copywriter, bahkan ilustrator.
Satu per satu, skill yang dulu dibanggakan kini jadi fitur dalam perangkat lunak.
Dan bagi sebagian orang, ini menimbulkan ketakutan eksistensial yang lebih dalam daripada sekadar kesulitan ekonomi.
Jika mesin bisa bekerja lebih cepat, lebih murah, dan (katanya) lebih akurat, apa yang tersisa dari peran manusia?
Di belahan dunia lain, badai justru datang dari arah yang berbeda.
Perang dagang antara Amerika Serikat dan China menyeret jutaan pekerja ke dalam ketidakpastian yang sama pahitnya.
Pemerintahan Trump memberlakukan tarif impor hingga 145% terhadap berbagai produk dari China.
Di balik angka itu, lebih dari 500.000 pekerjaan di sektor manufaktur dan pertanian Amerika diperkirakan hilang.
Di China, kondisi tak kalah suram: penurunan pesanan ekspor, penutupan pabrik, dan PHK massal mengancam stabilitas sosial di kota-kota industri.