Mohon tunggu...
Jhon Rivel Purba
Jhon Rivel Purba Mohon Tunggu... ASN Peneliti di BRIN

Hidup sederhana dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kwik Kian Gie, PDI, dan Pemberantasan Korupsi

30 Juli 2025   17:46 Diperbarui: 30 Juli 2025   17:53 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kwik Kian Gie (Sumber: https://x.com/KompasData/status/1950064715029266615)

Pada 28 Juli 2025, Kwik Kian Gie meninggal dunia di usia 90 tahun. Kepergiannya menyisakan duka yang mendalam bagi masyarakat Indonesia. Kwik Kian Gie yang lahir pada 11 Januari 1935 ini dikenal sebagai ekonom senior dan politisi pro-rakyat.

Dia juga dikenal dengan tulisan-tulisannya yang bernas. Tulisan pertamanya di Harian Kompas pada 29 Desember 1973 berjudul "Modal Asing: Pokok atau Pelengkap" misalnya, merupakan sikap kritis atas terbukanya kran modal asing ke Indonesia.  

Dalam perjalanan hidupnya, Kwik Kian Gie pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri (1999-2000) dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas (2001-2004).

Saya mulai mengenal Kwik Kian Gie, ketika menulis skripsi berjudul "Fusi PDI: Masalah yang Dihadapi serta Keberhasilannya dalam Pemilu 1987 dan 1992" pada 2009. Keberhasilan PDI dalam pemilu tersebut tidak terlepas dari peran Kwik Kian Gie.

Bergabung dengan PDI

Kwik Kian Gie mulai terlibat dalam bidang politik bermula ketika dia bergabung di Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 1987. Waktu itu, PDI membuka ruang selebar-lebarnya bagi kaum muda dan profesional.

Bagi PDI, Kwik Kian Gie adalah sosok potensial yang bisa menggerakkan roda partai. Dia diharapkan dapat menjadi magnet bagi kaum profesional dan mendapat simpati masyarakat keturunan Tionghoa.

Sementara itu, ketertarikan Kwik Kian Gie pada PDI adalah untuk menyalurkan semangat idealismenya. Pada waktu itu, PDI memang diproyeksikan sebagai partai alternatif bagi massa muda.  

Kwik Kian Gie mengatakan bahwa dia memilih PDI karena partai ini menawarkan kebebasan dalam menentukan pikiran dan sikap. Sebagai partai, PDI memberikan kebebasan kepada warganya tanpa adanya ewuh pakewuh dan rasa takut kepada warganya.

Peran di PDI

Kwik Kian Gie memiliki peran penting dalam menggerakkan partai "banteng". Dia menjadi think tank PDI lewat lembaga penelitian dan pengembangannya dan sekaligus menjadi salah satu Ketua DPP PDI.

Dia juga menjadi juru kampanye untuk memperkuat basis massanya dengan merangkul kalangan kelas menengah dan profesional.

Untuk menghadapi Pemilu 1987, Kwik Kian Gie merancang tujuh program kampanye PDI dalam bidang ekonomi, yaitu:

  • Pengusaha swasta harus membayar pajak sebagai mana mestinya.
  • Pengusaha swasta harus ikut memberikan iuran dalam rangka membentuk asuransi kesejahteraan sosial secara nasional.
  • Peningkatan gaji dan upah minimal bagi buruh di pabrik, sebab buruh merupakan tulang punggung di pabrik.
  • Pembentukan kartel dilarang, sehingga penentuan harga berjalan dengan wajar.
  • Penguasaan suatu rangkaian industri dari hulu ke hilir perlu dilarang.
  • Persaingan harus diatur.
  • Pembinaan dan penguatan lembaga konsumen, agar bisa terlindung dari ulah pengusaha yang tidak bertanggungjawab.

Program yang disusun oleh Kwik Kian Gie kelihatan sederhana, tetapi pada masa itu (bahkan hingga sekarang), persoalan tersebut menciptakan kesenjangan sosial dan kemiskinan struktural.

Dalam kampanyenya, PDI juga dengan tegas menolak rencana pemerintah dalam menjual badan usaha milik negara (BUMN). Selain itu, sebagaimana dengan kampanye pada pemilu sebelumnya, PDI menentang korupsi dan nepotisme.

Kwik Kian Gie termasuk sosok yang berani di zaman Orde Baru yang penuh tekanan. Dia bahkan berani melontarkan isu tentang pentingnya kabinet bayangan pada kampanye Pemilu 1987. Hal inilah yang membedakannya dalam kampanye pemilu sebelum Kwik Kian Gie bergabung dengan PDI.

Program yang ditawarkan mampu menarik dukungan massa muda. Pada Pemilu 1987, suara perolehan PDI meningkat sebesar 3 persen dari Pemilu 1982. Salah satu faktor pendukung keberhasilan tersebut adalah peran Kwik Kian Gie sebagai think thank PDI.

Tampilnya Kwik Kian Gie sebagai intelektual di tubuh PDI membuat partai berlambang kepala banteng semakin profesional.

Pada Pemilu 1992, suara perolehan PDI juga meningkat sebesar 4 persen dari Pemilu 1987. Keberhasilan itu tidak terlepas dari faktor kepemimpinan, antusiasme generasi muda, faktor Bung Karno, dan media massa.

Persoalan Korupsi

Korupsi merupakan isu yang selalu dibawakan pada saat kampanye. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi adalah masalah besar yang harus dituntaskan.

Salah satu hal yang menarik dari spanduk kampanye PDI pada 1992 berbunyi, "Menggempur Koruptor adalah Olahraga Banteng". Kemungkinan ide itu muncul dari Kwik Kian Gie, sebagai think tank PDI pada masa itu.

Kemarin (29/7), Harian Kompas kembali memuat tulisan Kwik Kian Gie berjudul "Saya Bermimpi Jadi Koruptor", yang pernah dimuat sebelumnya (28/1/2004).

Tulisan tersebut dan perjalanan hidup Kwik Kian Gie menunjukkan bahwa korupsi merupakan masalah serius. Dari perjalanan hidupnya dalam politik pemerintahan, dia sangat paham bagaimana liku-liku dan berbagai rupa korupsi.

Hanya saja, korupsi berjemaah yang sistemik dan terstruktur tidak bisa dilawan oleh seorang diri. Sebab, korupsi menyangkut moral dan mental yang harus diubah.

Penutup

Kwik Kian Gie adalah sosok yang berani melawan arus, ekonom berintegritas, dan konsisten di garis perjuangan. Bahkan dia tetap kritis ketika berada di dalam pemerintahan.

Semoga kita, terutama pemimpin di negeri ini, mau belajar dari keteladanan Kwik Kian Gie. Kita menantikan pemimpin yang punya komitmen untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Tanpa hal itu, bangsa ini hanya menunggu keambrukan.

Sumber Bacaan

Kompas, 30 Maret 1987; 21 Juli 1993; 29 Juli 2025.

"Kwik: Tahukah Anda Kenapa Saya ke PDI" Media Indonesia, dalam Dokumentasi Kliping Tentang PDI dalam Pemilu 1992, CSIS, hlm. 46.

Purba, Jhon Rivel. 2009. Fusi PDI: "Masalah yang Dihadapi serta Keberhasilannya dalam Pemilu 1987 dan 1992", Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Zulkifli, Arif. 1996. PDI di Mata Golongan Menengah Indonesia. Jakarta: Penerbit Grafiti

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun