Singgih Tri Sulistiyono yang juga sebagai editor umum, mengatakan bahwa penulisan ulang sejarah Indonesia memuat kebaruan dari aspek pengayaan fakta, pembaruan di bidang metodologi, dan penguatan perspektif.
Singgih menambahkan bahwa penulisan sejarah yang dikerjakan oleh sebagian besar generasi ketiga sejarawan ini menggunakan pendekatan pos-kolonial. "Otonomi sejarah mengacu pada dekolonisasi. Buku bukan menghakimi masa lalu, tetapi untuk menumbuhkan kesadaran sejarah" kata dia.
Pada sesi kedua, masing-masing editor jilid menyampaikan gagasan dan gambaran umum atas draf yang ditulis. Draf buku sejarah Indonesia terdiri dari 10 jilid.
- Jilid 1. Akar Peradaban Nusantara
- Jilid 2. Nusantara dalam Jaringan Global: Perjumpaan Budaya dengan India, Tiongkok, dan Persia
- Jilid 3. Nusantara dalam Jaringan Global: Asia Barat
- Jilid 4. Interaksi Awal dengan Barat: Kompetisi dan Aliansi
- Jilid 5. Masyarakat Indonesia dan Terbentuknya Negara Kolonial, 1800 - 1900
- Jilid 6. Pergerakan Kebangsaan
- Jilid 7. Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan
- Jilid 8. Konsolidasi Negara Bangsa: Konflik, Integrasi dan Kepemimpinan Internasional 1950 - 1965
- Jilid 9. Pembangunan dan Stabilitas Nasional Era Orde Baru 1967 - 1998
- Jilid 10. Dari Reformasi ke Konsolidasi Demokrasi (1998 - 2024)
Penulisan Sejarah
Sejak dari awal, penulisan ulang sejarah Indonesia yang kini sudah berjalan tujuh bulan menimbulkan perdebatan publik.Â
Proyek penulisan ini memunculkan pro dan kontra termasuk di kalangan akademisi. Sebagian menganggap bahwa penulisan ulang sejarah diperlukan dengan adanya temuan-temuan baru. Sebagian lagi mengkhawatirkan penulisan sejarah "resmi" ini sarat dengan kepentingan politik yang berkuasa.
Sebenarnya tim yang terdiri dari 112 penulis cukup terbuka dalam menerima masukan masyarakat. Beberapa elemen masyarakat (komunitas) pun memberikan masukan secara lisan dan tertulis terkait tambahan data untuk penulisan sejarah nasional.Â
Hanya saja, dengan waktu yang terbatas dan dengan pertimbangan lainnya, masukan-masukan tersebut akan sulit tertampung. Apalagi buku tersebut hanya berisi sejarah penting Indonesia.
Sementara pihak yang kritis dan menolak sejarah resmi, menganggap bahwa penulisan sejarah versi pemerintah ini adalah sebagai alat legitimasi penguasa. Hal ini mengingat periode penulisan dari sejarah awal Nusantara hingga masa pemerintahan sekarang.
Oleh karena itu, uji publik draf buku sejarah Indonesia yang diadakan di empat tempat, menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh sebagian masyarakat.Â