Mohon tunggu...
Jhon Sitorus
Jhon Sitorus Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pengamat Politik, Sepakbola, Kesehatan dan Ekonomi

Indonesia Maju

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Mengapa Pemain Sepak Bola Doyan Menghindari Pajak?

21 Juni 2017   08:05 Diperbarui: 22 Juni 2017   11:25 4285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lionel Messi (kanan) dan ayahnya sedang diadili di pengadilan pajak Spanyol terkait penggelapan pajak. sumber : goal.com

Sang Legenda Hidup yang bejuluk "Tangan Tuhan" Diego Maradona bahkan pernah digemplang oleh kasus pajak. Maradona didakwa menggelapkan pajak sebesar 37 Juta Euro saat ia membela Napoli. Kasus ini baru terungkap atas investigasi tahun 2005, jauh setelah dirinya pensiun dari sepak bola.

Masih banyak pesepakbola yang dituding menggelapkan pajak dari pendapatan dan penghasilannya saat tinggal dinegara yang ditempati. Tak ketinggalan ada nama Xabi Alonso, Ricardo Carvalho, Angel Di Maria, Fabio Coentrao, Radamel Falcao, Adriano Coreia, hingga Daniel Alves pun yang terkenal kalem dikaitkan dengan kasus penggelapan pajak oleh pengadilan di negara yang ditempati masing-masing.

Tax Rate yang Sangat Tinggi dan Usaha Untuk Menghindarinya
Pajak adalah pungutan diberikan kepada wajib pajak kepada pemerintah yang akan digunakan untuk kepentingan rakyat dan umum. Setiap negara memiliki aturan dan jumlah pajak yang berbeda-beda yang diatur menurut undang-undang perpajakan masing-masing negara. Semakin tinggi pendapatan atau penghasilan, maka semakin besar pajak yang dibayarkan, demikian sebaliknya.

Penghasilan bernilai ratusan miliar bagi para pesepakbola top Eropa terkadang menjadi pedang bermata dua. Satu sisi senang dengan bertambahnya pundi-pundi kekayaannya, satu sisi lagi was-was dan harus rela memberikan sebagian besar pendapatannya untuk pajak. Perlu diketahui, di lima kompetisi teratas Eropa, Inggris, Spanyol, Italia, Prancis, dan Jerman, tarif pajak yang dikenakan sangat tinggi. Saking tingginya seorang pemain bisa saya membayar puluhan miliar hanya untuk mengurusi pajak.

Sebagai hitungan untuk pajak terhadap kriteria pendapatan tertinggi, di Perancis misalnya, tarif pajak (tax rate) yang dikenakan sebesar 75% dari penghasilan di atas 1.280.000 Euro. Di Jerman, tarif pajak dikenakan sebesar 45 % untuk penghasilan di atas 250.730 Euro. Di Italia, tarif pajak dikenakan sebesar 43% untuk penghasilan di atas 75.000 Euro. Di Matado Spanyol, tarif pajak dikenakan sebesar 52% untuk penghasilan di atas 300.000 Euro. Di Inggris, tarif pajak yang dikenakan sebesar 45% untuk penghasilan di atas 150.000 Euro.

Angka pajak diatas hanyalah gambaran umum untuk pajak penghasilan dari masing-masing negara. Angka riil yang dibayarkan bisa saja lebih besar karena wilayah otonomi yang ditempati oleh pesepakbola bisa saja menambah bayaran pajaknya sesuai dengan ketentuan otonomi pajak daerah masing-masing. Di Spanyol, ada 12 daerah otonomi yang memiliki kebijakan tersendiri soal kriteria wajib pajak dan besaran pajak yang dibayarkan.

Bagi negara yang bersangkutan, penerimaan pajak tersebut diperoleh hanya dari gaji seorang pesepakbola saja, belum termasuk pajak dari pendapatan resmi seperti pajak fee kontrak baru, pajak transfer fee, pajak bonus pertandingan dan juara, pajak royalti, pajak saat membela negara, pajak pemusnahan kontrak, pajak perpanjangan kontrak, pajak komersial, pajak usaha pribadi, dan lain-lain.

Tak heran jika banyak pesepakbola yang menggelapkan bayaran pajaknya kepada negara yang bersangkutan karena nilai yang dibayarkan bisa bernilai jutaan dalam mata uang Euro. Jika misalnya seorang Neymar yang mendapat gaji dari Barcelona sebesar 25 juta Euro atau Rp 359 miliar. Dikalikan dengan jumlah pajak 52% , maka Neymar harus membayar pajak sebesar 13 Juta Euro atau sebesar Rp 186,68 miliar. Bayangkan jumlah pajak ratusan miliar hanya untuk seorang Neymar saja, dan itu baru hanya dari pendapatan dari gaji regular saja. Berarti Neymar hanya menerima bersih sebesar 12 Juta Euro atau sebesar Rp 172, 32 miliar di mana bayaran untuk pajak lebih besar dari pendapatan resmi setelah pajak.

Jumlah yang sangat besar tersebut membuat banyak para pesepakbola melakukan segala cara untuk mengurangi besaran jumlah pajak yang dibayarkan kepada negara yang bersangkutan. Cara yang lazim yang digunakan adalah berusaha menyembunyikan nilai penghasilan selain dari sepakbola. Misalnya bagaimana Messi yang mendapatkan dana segar dari penjualan image rights dengan memasukkan arus kas ke perusahaan fiktif.

Dengan skema membentuk perusahaan non-residen, para pesepakbola bisa saja mengakui pendapatan image rights sebagai deviden perusahannya sehingga bisa mengindari pajak yang dibebankan. Perlu diketahui, aturan pajak tidak mengakui deviden dari perusahaan non-residen sebagai objek pajak. Meski Messi harus membayar pajak dari perusahaan non-residen tersebut, tetapi besaran pajaknya relatif kecil jika dibandingkan dengan pendapatan individunya. Wayney Rooney menggunakan konsep yang sama bisa menghemat pengeluaran atas pajaknya hingga 600 ribu poundsterling dari tahun 2010 hingga 2011.

Manuel Pellegrini bahkan melakukan cara yang ekstrim dengan mengalokasikan 20% pendapatannya kedalam image rights. Dengan adanya peraturan baru tentang perpajakan di pulau Guernsey, Pellegrini membangun perusahaan image rightsdiderah tersebut. Di Guernsey, objek pajak tidak berlaku bagi penduduk yang bukan penduduk asli Guernsey sehingga pajak korporasi benar-benar mencapai 0%. Dengan demikian, Pellegrini bisa menghemat lebih dari 50% pajak penghasilan regulernya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun