Mohon tunggu...
YEREMIAS JENA
YEREMIAS JENA Mohon Tunggu... Dosen - ut est scribere

Akademisi dan penulis. Dosen purna waktu di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Keengganan Meminta Maaf, Sebuah Refleksi Filosofis

26 Agustus 2019   06:50 Diperbarui: 27 Agustus 2019   21:37 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meminta maaf dan memaafkan itu tanda kebesaran hati. Sumber: conoscenzealconfine.it

Bisa saja mengampuni atau meminta maaf diposisikan dalamkonteks spiritualitas atau hakikat kemanusiaan universal dari seseorang, tetapikajian lebih jauh dalam pemikiran Adler memang tidak bisa ditemukan.

Hal yang sama juga terjadi pada Carl Jung. Harus diakui, Jung memang memberi perhatian serius pada apa yang disebutnya sebagai fungsi religious manusia. Itulah sebabnya mengapa Jung memusatkan perhatian pada arketip yang disebutnya sebagai "imago atau citra Allah."

Memang menurut Jung, nilai tertinggi dari hierarki psikis manusia adalah"imago Allah", bahwa segala sesuatu yang dilakukan manusia adalah usaha meng-identifikasi dan menyesuaikan diri dengan gambaran mengenai Allah. 

Juga bahwa gambaran buruk mengenai Allah justru dapat menjadi penyebab ketidakseimbangan perilaku. Tetapi Carl Jung sendiri tidak mengembangkan secara serius pemikirannya mengenai mengampuni, meminta maaf atau memberi maaf, demikian klaim Prof. Enright.

Justru yang terpenting dalam perkem-bangan ilmu psikologi ketika pengam-punan, meminta maaf dan mengampuni menjadi tema sentral terjadi pada pemi-kiran Jean Piaget. Terutama dalam bukunya berjudul Moral Judgement of the Child (1932, h. 323-325), Piaget secara khusus berbicara mengenai pengampunan. 

Bagi Piaget, pengampunan dan meminta maaf hanya bisa muncul bersama dengan apa yang disebutnya sebagai" ketimbal-balikan ideal" (ideal reciprocity). 

Dan itu dirumuskan secara sangat sederhana oleh Piaget: Bertindak-lahsebagaimana Anda ingin diperlakukan" (Do as you would be done by). 

Pandangan Piaget ini sebenarnya adalah imperatifmoral yang memerintahkan setiap orang untuk berbuat baik jika dia menginginkanorang lain juga melakukan kebaikan kepada dirinya.

Rujukan ke ilmu psikologi ini penting untuk pertama-tama menegaskan bahwa psikologi sebagai ilmu yang memosisikan tindakan memaafkan, meminta maaf atau memberi maaf sebagai tema sentral kajian dan penelitian ternyata belum mendapat tempat terhormat dalam publikasi. 

Ini masih ditambah dengan minimnya pembahasan tema ini dalam penelitian, kajian dan pemikiran para dedengkot ilmu psikologi. 

Bagi saya, yang menarik dari pemikiran para psikolog klasik tentunya adalah pemikiran Piaget yang mengembalikan kajian meminta maaf, mengampuni dan memberi maaf pada kaidah emas: "bertin-daklah sebagaimana Anda ingin diperlakukan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun