Mohon tunggu...
Jennifer Esther
Jennifer Esther Mohon Tunggu... Lainnya - --

--

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Internet, Jarum Hipodermik Baru

19 Januari 2021   18:57 Diperbarui: 19 Januari 2021   18:59 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://www.freepik.com/photos/business'>Business photo created by rawpixel.com - www.freepik.com

Pada beberapa tahun terakhir terjadi sebuah perubahan besar dalam bagaimana kita mengelola sistem informasi, perkembangan teknologi yang semakin pesat mewadahi sebuah media massa baru yaitu Internet.

 Cara penyebaran informasi melalui Internet sangat berbeda dengan media konvensional seperti koran, televisi, dan radio. Informasi yang dimuat oleh media massa konvensional pada umumnya disunting dengan ketat oleh redaksi, hanya berita-berita tertentu saja yang dapat lolos ke dalam sirkulasi dan kemudian dibaca oleh khalayak. Situasi yang berbanding terbalik dengan Internet, semua orang dapat mengunggah sesuka hati mereka.

Kebebasan yang ditawarkan oleh Internet memungkinkan siapapun untuk mengakses apapun, hal ini mungkin terlihat sangat utopis. Namun, terdapat sebuah paradoks yang menemani samudera luas internet. 

Mungkin Internet terlihat bebas nilai karena menyediakan berbagai macam konten bagi penggunanya. Internet adalah puncak dari media massa dalam teori Uses and Gratification, yang berbunyi 'pengguna memiliki kebebasan untuk memilih media massa yang dikonsumsi'. Tetapi bagaimana jika kebebasan untuk memilih memundurkan kembali ke media massa jarum hipodermik?

Dikarenakan jumlah informasi yang beredar di Internet yang begitu banyak, informasi tidak begitu saja diakses oleh pengguna. Penyedia jasa seperti mesin pencari web atau media sosial adalah perantara yang menghubungkan pengguna dengan Internet. 

Kedua penyedia jasa tersebut mengelola konten Internet agar lebih mudah untuk dimengerti dan diterima oleh masyarakat. Penyedia jasa seperti Google mengelola 3,5 milyar penelusuran setiap harinya dan menampilkan daftar informasi berdasarkan relevansi kepada pengguna.

"Relevansi" adalah kata kunci dalam dunia Internet. Cukup mustahil untuk melihat terlebih lagi mencerna semua informasi yang beredar di Internet, sehingga mencari informasi dengan relevansi adalah cara paling efisien untuk menimba informasi dari Internet. 

Namun, bagaimana mesin pencari web dapat menentukan konten yang relevan atau tidak? Salah satu caranya adalah dengan menyimpan sejarah penelusuran pengguna sebagai panduan untuk menyortir informasi.

Sejarah penelusuran dapat menentukan informasi apa yang akan ditampilkan kepada pengguna. Sebuah contoh, jika kita seringkali mengunjungi website A, maka sadar atau tidak sadar, kita akan diarahkan kepada website A ketika sedang menelusuri sesuatu. 

Mari bandingkan dengan website B yang jarang kita kunjungi, maka dengan berjalannya waktu website B akan jarang muncul dalam hasil pencarian dan bahkan tidak relevan lagi dan terkubur oleh informasi lainnya.

Hal ini mungkin terlihat sepele, tetapi bayangkan, jika website A berisikan hoax dan website B adalah kebenaran, maka website yang terafilliasi dengan website B mungkin juga akan terkubur dalam hasil penelusuran. Tercipta juga sebuah ilusi bahwa website A adalah kebenaran mutlak karena semua pencarian lainnya mendukung klaim yang ada dalam website A. 

Inilah jarum hipodermik baru yang dihadapi pengguna Internet, sebuah realita yang hanya mencerminkan opini diri kita sendiri. Kita mempercayai apa yang ada di Internet karena apa yang ditampilkan mendukung opini kita dan membungkusnya dalam label fakta. Karena itu kita membutuhkan literasi media.

Literasi media adalah kemampuan untuk mengerti dan memahami informasi. Tidak hanya informasi tersurat tetapi juga tersirat. Mungkin literasi media untuk media konvensional sudah sering terdengar, berpikir kritis tentang penulis berita dan lembaga yang terafiliasi dengan berita tersebut. Tetapi dalam dunia Internet diperlukan literasi lebih dengan bertanya kepada diri sendiri. Mengapa. 

Mengapa saya melihat berita ini dan bukan berita yang lain? Mengapa saya setuju? Mengapa saya lebih sering mengunjungi website ini daripada website yang lain? Apakah ada opini lain yang tidak setuju dengan opini saya sendiri?

Mari jangan menelan mentah-mentah segala informasi yang ada di Internet, mari mulai pertanyakan apa yang kita lihat di Internet. Selamat berselancar ria.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun