Mohon tunggu...
Jen Kelana
Jen Kelana Mohon Tunggu... Mengajar -

Pejalan yang ingin terus berjalan. http://bolehsaja.net

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bingkai

31 Agustus 2016   06:15 Diperbarui: 31 Agustus 2016   07:43 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali aku berbaring, mencoba melupakan kejadian tadi. Kupejamkan rapat-rapat mataku. Kututupi sekujur tubuhku dengan sehelai sarung. Walau pengap kupaksakan tidur. Malam terus beranjak. Hujan masih saja gila. Lamat-lamat kudengar kentongan dipukul orang dua belas kali. Iramanya terdengar sendu dan sebentar menghilang. Suara hujan mengusiknya. Aku terlelap.

“Kau mau mencoba menipuku”, terdengar suara berat.

“Ah, kenapa kau berpikir seperti itu?”

“Kalau tidak, serahkan sekarang juga barang itu.”

“Kau jangan coba-coba memaksaku!”

“Hei, jadi kau menantangku? Jangan sampai aku marah, cepat serahkan saja barang itu!”

Aku bersikeras tidak mau menyerahkan barang itu. Orang tinggi besar itu meraih kerah kemejaku. Menyentak ke atas. Raut wajahnya kelam. Codet di pipi kirinya menambah kesan menakutkan. Aku mengernyit kesakitan.

Plak! Plak!

Tiba-tiba pandanganku nanar. Beberapa tamparan mendarat telak di pipiku. Darah mengalir dari kedua bibirku. Asin. Habis juga kesabaranku. Aku meronta dari cengkeramannya. Dan secepat kilat kukirimkan tinjuku. Tepat mengenai dagunya. Sempoyongan. Aku terus melabraknya. Namun belum sempat melabuhkan serangan si tinggi besar itu mengeluarkan pisau lipat. Aku ngeri juga. Dengan beringas dia mengangsurkan pisau itu ke arah tubuhku. Aku berkelit, beberapa kali aku terhindar dari sabetan pisau itu. Aku terdesak dan tidak ada lagi kesempatan untuk menghindar. Aku pasrah. Keringat mengucur deras membasahi sekujur tubuhku. Dengan sekuat tenaga aku mempertahankan selembar nyawaku. Sedikit lagi pisau itu mengenaiku, si tinggi besar itu terjatuh.

Gdebug!

Aku mengelu sambil meraba kepalaku. Sebelum sadar benar tiba-tiba, plak! Aku meraba kepalaku sekali lagi. Sial, figura tua itu jatuh tepat di kepalaku. Serta merta kucampakkan figura itu hingga hancur berkeping-keping. Brengsek, umpatku. Mendadak kurasakan dingin menjalari tubuhku. Ketika sadar, ternyata aku berada di lantai. Kuedarkan pandanganku. Ah, aku meringis dan seakan ingin tertawa. Aku terjatuh di depan tempat tidur. Busyet, aku hanya bermimpi.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun