Mohon tunggu...
jefry Daik
jefry Daik Mohon Tunggu... Guru - seorang laki - laki kelahiran tahun 1987

pernah menjadi guru pernah menjadi penjual kue pernah menjadi penjual tahu pernah menjadi penjual Nasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pil "K" Ada

23 September 2020   23:31 Diperbarui: 23 September 2020   23:33 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

PIL "K" ADA

Seorang berdasi longgar menerobos air cetek, Sepatunya terangkat tinggi setinggi mentari berwarna pudar. Pria itu berlari dengan wajah enggan, Menerobos kerapatan massa mengabaikan mereka yang berdebat, seolah isu social dianggap siapa.

Sementara lengan baju mulai menyingsing, arah kamera memotret rupa, dan sang pria merogoh sakunya mencari sesumbar logam yang tersisa. Logam bergambar burung, di ukir serumit hidup

Kepalanya pening mata berkunang-kaning. Deru klakson memekakan telinga menambah kentalnya frustasi dalam negri.

Bersandar dengan tas hitam tipis bekas menampung diktat -- diktat ilmu social dan politik

Pria itu...mendekati kelontong milik entah siapa.

Masker,...Minuman Jahe dan antiseptic menjajakan diri berwarna -- warni. Baru saja pria itu ingin membeli sesuatu, Seorang wanita paruh baya langsung memotong suaranya menanyakan handsanitiser. Transaksi secepat kilat terjadi lalu wanita itu nyelonong pergi tanpa pamit.

 "Ada Pil K?" Tanya sang pria berdasi longgar tanpa sepatu. Panas, gerah dan capek menuntunnya membayangkan jauh langkah beradu di air cetek berwarna coklat.

"Pil K?" sahut sang Mbah, sambil merenung"Pik K ada!" Jawabnya sambil lalu.

Ah...Tidak sia -- sia dari senayan ia berlari, dan malah nyasar untuk bertanya kepada si Mbah berwajah misterius, Tersembunyi dibalik masker scuba

"berapa harganya?"

"tergantung"

"maksudnya?"

"tergantung dosisnya"

Pria itu tak mengerti, pikirannya yang dangkal ataukah Si Mbah yang lebih berpengalaman?

"Terserah berapapun dosisnya, bodo amat dengan harganya, toh yang penting saya tidak diprotes sama yang suruh" gumamnya pada diri sendiri.

"jadi? berapa?"

"Pil ini cukup keras...hanya meredakan salah satu sakit, tapi tidak menjamin efek samping bagi yang meminumnya" sahut si Mbah lagi -- lagi tidak menjawab pertanyaan malah memberikan pernyataan.

"toh bukan aku yang meminumnya," gumam sang pria itu lagi.

Si Mbah masuk ke dalam biliknya sebentar lalu keluar dengan membawa sesuatu dibungkus dengan kain merah dan putih dengan sangat hati -- hati.

"banyak yang mencari ini, tapi ragu -- ragu untuk membelinya, tapi saya akan merelakan ini untuk anda. Karena anda orang yang nampak berpendidikan. Anda tentu tahu tentang takaran dan penggunaan pil ini. Dan sepertinya memang anda mempunyai uang yang cukup apabila kontraindikasinya berlangsung terlalu kuat. Anda pasti langsung dilayani oleh petugas wisma dengan ramah. Tidak seperti kami yang untuk makan saja harus dibungkus dan dibawa pulang. Pelanggan menjadi phobia dan pengamen sering kena razia"

Entah apa yang sedang digerutukan oleh si Mbah, pria berdasi dari senayan itu tidak menaruh perhatian penuh. Matanya hanya tertuju pada secarik kain yang penuh misteri di hadapannya.

"Pil K? sebegitu terkenalnya kamu hari ini"desisnya sambil tersenyum simpul.

Pria tanpa sepatu itu baru saja ingin menyodorkan uang logamnya, namun si Mbah menolak.

"kami tidak menerima tunai. " katanya sembari menggeleng keras. Wajahnya mendadak terlipat

"Jaman sekarang tidak perlu lagi uang tunai," katanya sambil menunjukkan dengan jemari bercat merah ke arah stiker baru dengan logo yang dapat discan oleh smartphone.

Pria itu pulang ke senayan, melihat banyak wajah sumringah karena datangnya PIL "K"

Mereka sama -- sama mengangkat gelas tanda bahagia dan membagi -- bagi pil di antara semua yang hadir. Sang pria tadi dengan sepatu yang telah dipakai kembali dan lengan baju yang telah dirapihkan menerima dua butir.

Warnanya sedikit aneh. Merah, Kuning, Hijau ibarat lagu pelangi. Seperti lampu lalu lintas diperempatan. Ragu -- ragu dia menelan pil itu.

Rasanya...

Pahit...tapi mengobati keletihan

Letih menjabat atau letih merapat dalam urusan politik

 Pedas....

Seolah cabe -- cabe di atas meja dagangan berpindah ke dalam mulutnya. Ada sensasi gossip disana, seperti mulut-mulut pedas masyarakat dan paramedic berjarum suntik menyumpal bibirnya.

Asin

Seolah keringat presiden meleleh karena memikirkan negeri ini tumpah ruah di tenggorokannya

Lalu...isi perutnya bergejolak ingin mengobrak - abrik keseimbangannya.

Tawa ceria dan suara orang bercerita bagaikan palu yang menjepit tenggorokannya. Napasnya tersengal. Dadanya kebas. Pandangannya tidak mengabur, tapi tubuhnya sudah dilantai.

Pria itu Jatuh

Namun...tidak ada seorangpun yang peduli. Tidak ada yang ingin mendekat. Sampai petugas dengan jubah lengkap datang mengangkut dan membawanya pergi.

Pil "K" yang tersisa itu... tercecer dan diinjak oleh para petugas. Dibawa menuju ambulans, lalu jatuh diselokan.

Situasi berubah mencekam. Semua yang menelan Pil "K" mendadak pucat.

"Mungkinkah?"

Mata terbuka, tapi otak memaksa.

Karya Jefry Daik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun