Mohon tunggu...
Rut Sri Wahyuningsih
Rut Sri Wahyuningsih Mohon Tunggu... Penulis - Editor. Redpel Lensamedianews. Admin Fanpage Muslimahtimes

Seorang ibu rumah tangga yang ingin terus belajar indahnya Islam dan menebarkannya lewat goresan pena

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Budaya Antre Harakiri demi Harga Diri

26 Agustus 2022   22:03 Diperbarui: 26 Agustus 2022   22:09 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: antri/desain pribadi

Hal itu bukan datang begitu saja, namun telah tersistem dari tingkat RT hingga ibukota. Hal ini karena kadang kartu katabelece masih berlaku. Tak mau antri atau mau antri tapi dengan perlakuan istimewa karena misal anak pejabat, anak kyai, salah satu Richi rich , sultan saking kayanya, pejabat tinggi dan lain sebagainya, namun setelah pensiun, akan terlupakan seiring waktu.

 

Sistem itu adalah demokrasi kapitalisme. Demokrasi meniscayakan kebebasan berperilaku, kebebasan berpendapat dan kebebasan memiliki tanpa batas, mengakibatkan seseorang hidup hanya berkutat pada perolehan manfaat materi  semata.

 

Demokrasi pun melahirkan banyak penguasa yang korup. Mereka berdalih, korupsi adalah jalan lain untuk mendapatkan nafkah. Sebab biaya demokrasi sangatlah mahal, bak madu yang manis semutpun berkerumun ingin mengambil peluang memperkaya diri.

 

Padahal, ketika telah duduk manis di kursi kekuasaan yang diidamkan, rakyat terlupakan. Bahkan tak pandang siapa yang di hadapannya, main tampar kepada seorang perempuan, bisa jadi ia salah satu rakyat yang memilihya hanya karena tak sabar ikut deretan antri. Bagaimana kemudian ia bisa menisbatkan dirinya berjuang untuk rakyat?

Mungkin boleh iri jika budaya antri ini dibandingkan dengan dunia barat, yang sangat tertib dan menghargai kebutuhan komunal atau pelayanan sosial . Namun secara akidah, ketertiban mereka tidak akan menghasilkan pahala, sebagainya seorang Muslim ketika melakukannya akan mendapatkan pahala.

 

Keyakinan inilah yang hendaknya mendorong seorang Muslim untuk produktif, menguasai iptek. Menghasilkan banyak karya demi maslahat umat. Terlebih jika ia memiliki kekuasaan maka ia harus menjadi pelayan bagi umat sebagaimana sabda Rasulullah saw ,"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR al-Bukhari). Wallahu a' lam bish showab. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun