Mohon tunggu...
jelita dachi
jelita dachi Mohon Tunggu... Mahasiswa

STT EKUMENE MEDAN Nias Selatan ×͜×

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kenapa Masalah Disebut Masalah, dan Siapa yang Salah?

8 Juli 2025   12:34 Diperbarui: 8 Juli 2025   12:34 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: suasana(sumber:doktrin/jelita) 

 (Ketika hal sepele Menjadi Masalah Besar di Asrama)

Awalnya hanya karena suara pintu. Ya, suara pintu yang tertutup sedikit terlalu keras malam itu. Aku baru selesai mencuci muka, dan saat kembali ke kamar asrama, teman sekamarku menatap dengan wajah kesal.

"Ada yang tidur, loh," katanya, nadanya terdengar marah.

Aku menatap balik. Aku pun lelah. Baru saja menyelesaikan tugas kuliah yang membuat otakku panas, dan hanya ingin tidur cepat malam itu. Tapi sekarang, malah dapat teguran yang terasa menusuk.

Dari situ semuanya berubah. Kami mulai saling diam. Lalu satu per satu teman kamar ikut memihak---tanpa benar-benar tahu duduk perkaranya.Masalah yang awalnya sepele... tiba-tiba jadi besar.

Hidup di Asrama Itu Bukan Sekadar Tinggal Bareng

Tinggal di asrama bukan hanya soal berbagi kamar atau lemari. Tapi soal menyatukan kebiasaan, kepribadian, dan cara berpikir yang semuanya berbeda.

Ada yang cuek, ada yang mudah emosi tanpa alasan jelas, ada yang tidak suka diatur, dan ada pula yang senang bergosip diam-diam bahkan saat sudah lewat jam tidur.

Semua itu berbeda-beda, dan karena perbedaan itulah, sering kali muncul hal-hal sepele yang terasa mengganggu: Lampu yang dimatikan tanpa bertanya dulu, Suara keras saat tengah malam, Barang yang tertukar atau dipinjam tanpa izin,

Hal-hal kecil ini kalau dibiarkan akan menumpuk. Menjadi kesal. Lalu prasangka. Dan akhirnya... jarak.

Tentang Peraturan yang Kadang Terlalu Kaku Di asrama, kami punya peraturan. Tidak boleh pacaran, tidak boleh makan di kamar, harus piket kebersihan sesuai jadwal, jam malam yang ketat, dan berbagai larangan lainnya. Semuanya dibuat demi kenyamanan bersama.

Tapi kenyataannya... tidak semua orang merespons peraturan dengan cara yang sama. Ada yang patuh karena sadar, Ada yang patuh karena takut, Dan ada juga yang meremehkan peraturan, menganggap semuanya bisa dilanggar karena "hal sepele."

Aku pernah menyaksikan teman satu kamar membawa makanan ke dalam kamar. Ia santai saja, padahal jelas tertulis itu tidak diperbolehkan.

Tapi malam itu ia ketahuan oleh pembina. Menurutku? Hal itu sepele. Tapi bagi pembina, itu masalah besar karena dianggap melanggar kedisiplinan dan ketertiban yang sudah disepakati bersama.

Siapa yang Salah? Kadang aku bertanya dalam hati: "Kalau hal kecil bisa jadi besar, siapa yang sebenarnya salah?"

Terkadang kita yang mencari masalah, padahal kita tahu itu suatu pelanggaran tapi apa yang kita lakukan malah terus melanggar hanya demi kepentingan diri sendiri dan membuat  peraturan sendiri. 

Tapi kemudian aku sadar: Mungkin bukan soal benar dan salah. Tapi soal tidak ada yang mau menjelaskan, dan tidak ada yang mau mendengarkan. Masalah muncul ketika satu pihak merasa tidak dilihat dan tidak dimengerti.

Ketika kita dipaksa patuh tanpa diberi ruang untuk bertanya atau memahami. Ketika niat baik berubah menjadi tekanan, hanya karena cara penyampaiannya salah.

Komunikasi Lebih Penting daripada Teguran

Masalah besar di asrama seringkali bukan karena niat buruk. Tapi karena komunikasi yang buruk. Bukan salah menegur, tapi cara menegurnya menyakiti. Bukan salah melanggar, tapi tidak diberi ruang untuk menjelaskan. Bukan salah membuat aturan, tapi lupa menyertakan empati di dalamnya.

Kalau saja setiap orang diberi kesempatan untuk bercerita dulu sebelum diadili, mungkin tidak akan ada konflik sebesar ini.

Masalah Itu Bukan Musuh, Tapi Cermin Buatku, masalah adalah cermin. Cermin dari hubungan yang belum selesai. Cermin dari komunikasi yang belum sehat.

Masalah bukan sesuatu yang harus dihindari. Masalah harus dipahami, dibicarakan, dan diselesaikan---bukan dibiarkan tumbuh diam-diam.

Masalah yang sepele bisa menjadi besar jika tidak ditangani dengan hati. Dan peraturan yang baik bisa berubah menjadi pemicu konflik... jika tidak dibarengi dengan empati.

Kesimpulan: Masalah Bisa Kecil, Kalau Kita Mau Bicara Kalau kamu tinggal di asrama, kamu pasti tahu rasanya. Tahu betapa cepatnya hal kecil bisa menjadi ribut besar. Tahu betapa sunyinya malam saat teman-temanmu diam, padahal hanya karena salah paham.

Tapi bukan berarti kita harus hidup dalam masalah terus-menerus.

Kadang, satu percakapan sederhana, satu senyuman duluan, atau satu minta maaf ringan jauh lebih bernilai daripada seribu peraturan yang tak pernah dibicarakan.

Kalau kamu merasa terjebak dalam masalah di asrama, mungkin bukan kamu yang salah, atau mereka yang salah.

Tapi mungkin, kita semua hanya lupa bicara.

Dan hari ini, mungkin kamu bisa mulai duluan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun