Mohon tunggu...
Jemi Kudiai
Jemi Kudiai Mohon Tunggu... Pemerhati Governace, Ekopol, Sosbud

Menulis berbagi cerita tentang sosial, politik, ekonomi, budaya dan pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gempa Magnitudo 6,6 Kedalaman 24 Km di Nabire

19 September 2025   02:37 Diperbarui: 19 September 2025   02:52 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gempa Bumi Nabire, BMKG (Sumber: BMKG)

Nabire, tanah yang selalu kita kenal dengan keramahan masyarakatnya dan keindahan Teluk Cenderawasih, kembali diguncang kenyataan pahit. Jumat dini hari, 19 September 2025, pukul 01.19 WIB, bumi bergetar cukup keras. BMKG mencatat magnitudo 6,6 dengan pusat gempa 12 km Barat Daya Nabire, kedalaman hanya 24 km. Tidak ada potensi tsunami, tetapi guncangan terasa hingga Wasior dan Timika.

Bayangkan, saat orang-orang masih terlelap, bumi tiba-tiba bergoyang hebat. Dinding rumah berderak, kaca bergetar, orang-orang berhamburan keluar rumah dengan wajah panik. Itu bukan adegan film, melainkan kenyataan yang dialami saudara-saudara kita di Nabire.

Gempa Bumi Bukan Sekadar Data Angka

Setiap kali ada gempa, kita selalu mendengar angka: magnitudo sekian, kedalaman sekian, koordinat sekian. Tapi sesungguhnya, di balik angka itu ada kisah manusia: seorang anak yang menangis mencari ibunya, pedagang pasar yang cemas kehilangan barang dagangan, atau pasien di rumah sakit yang harus dievakuasi dengan terburu-buru.

Gempa bumi bukan sekadar fenomena geologi. Ia adalah ujian sosial---bagaimana masyarakat bertahan, bagaimana pemerintah hadir, dan bagaimana solidaritas tumbuh.

Papua, Daerah Cincin Api

Kita tahu, Papua termasuk wilayah rawan gempa karena berada di jalur "Ring of Fire". Bagi masyarakat, ini berarti hidup berdampingan dengan ancaman yang bisa datang kapan saja. Sejarah sudah mencatat, Nabire pernah mengalami gempa besar pada 2004 yang menyebabkan korban jiwa dan kerusakan cukup parah.

Kini, 21 tahun setelah itu, bumi seolah mengingatkan kita kembali. Apakah kita sudah siap?

Solidaritas Sosial, Kekuatan Papua

Namun ada hal yang selalu membuat saya bangga: setiap kali ada bencana di Papua, solidaritas masyarakat langsung terasa. Orang-orang saling bantu, tidak menunggu perintah. Tetangga menjadi saudara, sahabat menjadi keluarga.

Inilah modal sosial kita yang tak ternilai. Dalam situasi bencana, persatuan dan gotong royong jauh lebih penting daripada angka-angka statistik.

Alarm untuk Indonesia

Gempa Nabire seharusnya juga menjadi alarm untuk seluruh Indonesia. Dari Aceh hingga Papua, negeri ini berada di atas jalur rawan gempa. Jangan sampai setiap kali ada bencana, kita hanya sibuk menghitung korban dan kerugian. Kita harus bergeser dari reaktif ke preventif.

Kita perlu kurikulum kebencanaan di sekolah, infrastruktur yang lebih kokoh, sistem peringatan dini yang lebih modern, dan tentu saja kepemimpinan yang responsif.

Bumi Papua sudah bicara. Getarannya adalah peringatan, sekaligus pengingat. Kita tidak bisa menghentikan gempa, tapi kita bisa mengurangi risikonya.

Nabire hari ini sedang diuji. Mari kita kirim doa, solidaritas, dan juga desakan agar pemerintah lebih serius membangun sistem mitigasi. Karena gempa berikutnya mungkin datang tanpa aba-aba, dan kesiapanlah yang membedakan antara selamat atau tidak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun