Barang gadai itu berupa barang berharga yang dapat menutupi utangnya, baik barang atau nilainya ketika si peminjam tidak mampu melunasi utangnya.
Barang gadai tersebut adalah milik orang yang menggadaikannya atau yang diizinkan baginya untuk menjadikan sebagai jaminan gadai.
Barang gadai tersebut harus diketahui ukuran, jenis, dan sifatnya, karena ar-Rahn adalah transaksi atau harta sehingga disyaratkan hal ini.
Syarat yang berhubungan dengan al-Marhun bih (utang) adalah utang yang wajib atau yang akhirnya menjadi wajib.
Syarat yang terkait dengan shighat ijab qabul: ucapan serah terima disyaratkan: harus ada kesinambungan antara ucapan penyerah (ijab) dan ucapan penerima. Apa yang diucapkan oleh kedua belah pihak tidak boleh ada jeda dari transaksi lain.
Hokum-hukum setelah serah terima
Ada beberapa ketentuan dalam gadai setelah terjadinya serah terima yang berhubungan dengan pembiayaan (pemeliharaan), pertumbuhan barang gadai, pemanfaatan, serta jaminan pertanggungjawaban bila barang gadai rusak atau hilang, di antaranya:
Pertama, pemegang barang gadai
Barang gadai tersebut berada ditangan murtahin selama masa perjanjian gadai tersebut, sebagaimana sabda Rasulallah SAW,
"binatang tunggangan boleh ditunggangi sebagai imbalan atas nafkahnya (makananya) bila sedang digadaikan, dan susu binatang yang diperah boleh diminum sebagai imbalan atas makananya bila sedang digadaikan. Orang yang menunggangi dan meminum susu berkewajiban untuk memberikan makanan." (Hr. Tirmidzi; hadis sahih)
Kedua, pembiayaan pemeliharaan dan pemanfaatan barang gadai