Penghapusan Presidential Threshold: Membuka Keran Demokrasi atau Mengundang Chaos Politik?
Sebuah keputusan bersejarah terjadi pada 2 Januari 2025. Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mengabulkan gugatan empat mahasiswa dari Yogyakarta dan menghapus ketentuan presidential threshold sebesar 20% yang selama ini berlaku. Keputusan ini bagaikan membuka pintu gerbang yang telah terkunci rapat selama bertahun-tahun, memberikan peluang bagi seluruh partai politik untuk berpartisipasi dalam pencalonan presiden tanpa harus memenuhi syarat ambang batas tertentu.
Namun, apakah langkah ini benar-benar memperkuat fondasi demokrasi Indonesia, ataukah justru berpotensi menciptakan instabilitas politik? Pertanyaan inilah yang kini mengemuka di tengah diskusi publik yang semakin intens.
Mengenal Presidential Threshold dan Alasan Penghapusannya
Presidential threshold adalah ketentuan yang mewajibkan partai politik memiliki minimal 20% kursi di DPR atau 25% perolehan suara nasional untuk dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Mekanisme ini seperti "tiket masuk" ke arena kompetisi pemilihan presiden, tanpa memenuhi syarat tersebut, partai tidak dapat berpartisipasi.
Sistem ini pertama kali diterapkan dalam Pemilu 2004 dengan ambang batas 15% kursi DPR atau 20% suara nasional, kemudian dinaikkan menjadi 20% dan 25% pada pemilu-pemilu berikutnya. Tujuan awalnya adalah mencegah fragmentasi berlebihan dan memastikan presiden terpilih memiliki dukungan politik yang memadai.
Namun, empat mahasiswa menggugat ketentuan ini dengan argumen bahwa presidential threshold melanggar prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan yang dijamin Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. MK akhirnya menerima gugatan tersebut dan menyatakan bahwa ketentuan ini inkonstitusional.
Sisi Terang: Demokratisasi yang Lebih Inklusif
Penghapusan presidential threshold membawa sejumlah manfaat demokratis yang tidak dapat diabaikan. Pertama, keputusan ini menciptakan kesempatan yang setara bagi seluruh partai politik untuk mengajukan calon presiden. Dari data KPU, pada Pemilu 2024 terdapat 18 partai politik nasional dan 6 partai lokal Aceh yang menjadi peserta pemilu. Dengan penghapusan threshold, seluruh partai ini berpotensi mengajukan pasangan calon tanpa terkendala syarat ambang batas.
Kedua, masyarakat akan memiliki spektrum pilihan yang lebih luas dalam menentukan pemimpin negara. Jika sebelumnya hanya 2-3 pasangan calon yang muncul akibat keterbatasan partai yang memenuhi threshold, proyeksi ke depan menunjukkan kemungkinan hadirnya 5-6 pasangan calon atau bahkan lebih pada Pemilu 2029.