Mohon tunggu...
jasmine fadilla
jasmine fadilla Mohon Tunggu... Mahasiswi Universitas Pamulang

Saya adalah seseorang yang selalu haus akan ilmu, senang membaca dan menulis sebagai cara untuk mengeksplorasi dunia serta memahami berbagai perspektif. Selain itu, saya juga gemar berolahraga karena percaya bahwa keseimbangan antara tubuh dan pikiran sangat penting. Saya terbuka terhadap pemikiran baru, selalu ingin berkembang, dan tidak pernah berhenti belajar. Di blog ini, saya membahas berbagai topik yang menarik perhatian saya, mulai dari hukum, politik, isu sosial, hingga pengembangan diri, dengan pendekatan analitis dan reflektif. Bagi saya, setiap ide dan diskusi memiliki nilai, dan saya senang berbagi pemikiran serta berdialog dengan pembaca yang memiliki semangat yang sama dalam mencari wawasan baru.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Penghapusan Presidential Threshold: Membuka Keran Demokrasi atau Mengundang Chaos Politik?

16 Juni 2025   20:28 Diperbarui: 16 Juni 2025   20:28 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (Sumber: MKRI/www.mkri.id)

Penghapusan Presidential Threshold: Membuka Keran Demokrasi atau Mengundang Chaos Politik?

Sebuah keputusan bersejarah terjadi pada 2 Januari 2025. Mahkamah Konstitusi (MK) resmi mengabulkan gugatan empat mahasiswa dari Yogyakarta dan menghapus ketentuan presidential threshold sebesar 20% yang selama ini berlaku. Keputusan ini bagaikan membuka pintu gerbang yang telah terkunci rapat selama bertahun-tahun, memberikan peluang bagi seluruh partai politik untuk berpartisipasi dalam pencalonan presiden tanpa harus memenuhi syarat ambang batas tertentu.

Namun, apakah langkah ini benar-benar memperkuat fondasi demokrasi Indonesia, ataukah justru berpotensi menciptakan instabilitas politik? Pertanyaan inilah yang kini mengemuka di tengah diskusi publik yang semakin intens.

Mengenal Presidential Threshold dan Alasan Penghapusannya

Presidential threshold adalah ketentuan yang mewajibkan partai politik memiliki minimal 20% kursi di DPR atau 25% perolehan suara nasional untuk dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Mekanisme ini seperti "tiket masuk" ke arena kompetisi pemilihan presiden, tanpa memenuhi syarat tersebut, partai tidak dapat berpartisipasi.

Sistem ini pertama kali diterapkan dalam Pemilu 2004 dengan ambang batas 15% kursi DPR atau 20% suara nasional, kemudian dinaikkan menjadi 20% dan 25% pada pemilu-pemilu berikutnya. Tujuan awalnya adalah mencegah fragmentasi berlebihan dan memastikan presiden terpilih memiliki dukungan politik yang memadai.

Namun, empat mahasiswa menggugat ketentuan ini dengan argumen bahwa presidential threshold melanggar prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan yang dijamin Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. MK akhirnya menerima gugatan tersebut dan menyatakan bahwa ketentuan ini inkonstitusional.

Sisi Terang: Demokratisasi yang Lebih Inklusif

Penghapusan presidential threshold membawa sejumlah manfaat demokratis yang tidak dapat diabaikan. Pertama, keputusan ini menciptakan kesempatan yang setara bagi seluruh partai politik untuk mengajukan calon presiden. Dari data KPU, pada Pemilu 2024 terdapat 18 partai politik nasional dan 6 partai lokal Aceh yang menjadi peserta pemilu. Dengan penghapusan threshold, seluruh partai ini berpotensi mengajukan pasangan calon tanpa terkendala syarat ambang batas.

Kedua, masyarakat akan memiliki spektrum pilihan yang lebih luas dalam menentukan pemimpin negara. Jika sebelumnya hanya 2-3 pasangan calon yang muncul akibat keterbatasan partai yang memenuhi threshold, proyeksi ke depan menunjukkan kemungkinan hadirnya 5-6 pasangan calon atau bahkan lebih pada Pemilu 2029.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun