Problem Kepailitan BMT
Prof. Yusdani juga menyoroti penyelesaian kepailitan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang masih mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), HIR, dan RBg, tanpa sentuhan hukum acara perdata Islam. Menurutnya, hal ini mengakibatkan proses peradilan yang lebih menekankan kebenaran formil dibanding kebenaran materiil yang menjadi ciri hukum Islam.
Ia menawarkan tiga langkah pembenahan:
-
Penyempurnaan dan sinkronisasi UU PKPU dengan hukum kepailitan Islam.
Penerbitan fatwa DSN-MUI terkait kepailitan BMT.
Penyelarasan hukum acara perdata nasional dengan hukum acara perdata Islam.
Mendesak dan Strategis
Prof. Yusdani menegaskan, pembentukan Pengadilan Niaga Syariah bersifat ius constituendum --- masih menjadi cita-cita hukum --- tetapi harus segera diwujudkan. Model yang ia usulkan adalah menggabungkannya dengan Pengadilan Agama Kelas IA Khusus, seperti praktik di peradilan umum yang memiliki Pengadilan Niaga.
"Keberadaan Pengadilan Niaga Syariah akan menghilangkan tumpang tindih kewenangan, meningkatkan profesionalisme hakim, dan memberikan perlindungan hukum yang adil bagi para pihak sesuai prinsip syariah," pungkasnya.
Kerja sama UII dan Direktorat Jenderal Peradilan Agama MA RI diharapkan menjadi langkah strategis untuk memperkuat kompetensi hakim dan mendorong percepatan pembentukan Pengadilan Niaga Syariah di Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI