Mohon tunggu...
Januariansyah Arfaizar
Januariansyah Arfaizar Mohon Tunggu... Dosen STAI Yogyakarta - Peneliti PS2PM Yogyakarta - Mahasiswa HES Prodi Hukum Islam Program Doktor FIAI UII

Bermanfaat dan Memberikan Manfaat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Prof. Yusdani Tegaskan Urgensi Pembentukan Pengadilan Niaga Syariah di Indonesia

15 Agustus 2025   16:13 Diperbarui: 15 Agustus 2025   16:13 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof. Yusdani saat menyampaikan materi dihadapan para Hakim Peradilan Agama MA RI

Jakarta - Kompasiana - Direktur Pusat Studi Siyasah dan Pemberdayaan Masyarakat (PS2PM) Yogyakarta sekaligus Kaprodi Hukum Keluarga Islam Program Magister Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (UII), Prof. Dr. Drs. Yusdani, M.Ag, menegaskan urgensi pembentukan Pengadilan Niaga Syariah di lingkungan Peradilan Agama. Pandangan ini ia sampaikan dalam Kuliah Umum di hadapan para Hakim Peradilan Agama Mahkamah Agung RI, Jumat (15/8/2025) di Gedung Sekretariat MA, Jakarta Pusat.

Kuliah umum bertema "Pembentukan Peradilan Niaga Syari'ah di Lingkungan Peradilan Agama: Perspektif Sosio-Historis dan Yuridis" ini menjadi bagian dari rangkaian penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Direktorat Jenderal Peradilan Agama MA RI dan UII. Hadir pula Rektor UII Prof. Fathul Wahid, ST., M.Sc., Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Agama Islam Dr. Drs. Asmuni, M.A., serta Kaprodi Hukum Islam Program Doktor Dr. Anisah Budiwati, M.Si.

Jajaran Pimpinan Direktorat Jenderal Peradilan Agama MA RI dan Universitas Islam Indonesia
Jajaran Pimpinan Direktorat Jenderal Peradilan Agama MA RI dan Universitas Islam Indonesia

Landasan Yuridis Kuat

Dalam paparannya, Prof. Yusdani menegaskan bahwa pembentukan Pengadilan Niaga Syariah memiliki landasan hukum yang jelas. Pasal 49 huruf (i) UU No. 3 Tahun 2006 jo. UU No. 50 Tahun 2009 telah memberi kewenangan absolut kepada Peradilan Agama untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di bidang ekonomi syariah.

Namun, kenyataannya, kewenangan ini kerap tumpang tindih dengan Pengadilan Niaga umum, terutama dalam perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) lembaga keuangan syariah. Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004, Pengadilan Niaga umum juga memiliki kompetensi absolut di bidang ini, sehingga sering terjadi perkara syariah yang disidangkan tanpa mempertimbangkan prinsip-prinsip hukum Islam.

"Dalam sejumlah kasus, seperti putusan No. 26 Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Medan, sengketa yang melibatkan bank syariah tetap disidangkan di peradilan umum. Padahal, akad yang digunakan jelas berbasis syariah," ujarnya.

Perspektif Sosio-Historis

Dari sisi sejarah, Prof. Yusdani menilai perkembangan peradilan agama di Indonesia telah mengalami perluasan kewenangan signifikan, terutama sejak amandemen UU Peradilan Agama pada 2006 dan 2009. Perubahan ini menjadi tonggak penting karena memasukkan sengketa ekonomi syariah ke dalam ranah Peradilan Agama.

Secara sosiologis, pertumbuhan pesat sektor ekonomi syariah --- mulai dari perbankan, koperasi, asuransi, hingga instrumen keuangan Islam --- menuntut adanya lembaga peradilan khusus yang memahami seluk-beluk prinsip syariah. Sengketa niaga yang muncul tidak hanya memerlukan penyelesaian hukum positif, tetapi juga pemahaman mendalam terhadap nilai dan norma Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun