Pendahuluan
Perubahan sosial-ekonomi yang semakin cepat menuntut adaptasi dari berbagai lembaga, termasuk lembaga pendidikan Islam seperti pesantren. Salah satu bentuk adaptasi strategis tersebut adalah keterlibatan pesantren dalam kegiatan ekonomi yang produktif dan berkelanjutan.Â
Pesantren tidak lagi diposisikan semata sebagai lembaga pendidikan keagamaan, tetapi juga sebagai aktor ekonomi lokal yang mampu menjembatani kebutuhan umat dan kepentingan pembangunan nasional.Â
Contoh konkret dari hal ini adalah keterlibatan Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Indralaya dalam program Pertashop yang didukung oleh PT Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel).
Pertashop (Pertamina Shop) adalah outlet resmi dari Pertamina yang menyediakan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan harga terjangkau dan akses yang mudah, khususnya untuk wilayah pedesaan. Dalam konteks pesantren, kehadiran Pertashop menjadi peluang untuk mewujudkan kemandirian ekonomi berbasis syariah.Â
Lebih dari sekadar usaha ritel, Pertashop Pesantren juga merupakan wujud nyata dari penerapan prinsip-prinsip fikih muamalah dalam dunia modern.
Keadilan Energi sebagai Maqashid Syariah
Salah satu aspek penting dalam ekonomi Islam adalah upaya mencapai kemaslahatan umum (al-maslahah al-'ammah). Pemerataan akses terhadap energi merupakan bagian dari upaya tersebut.Â
Dalam konteks negara berkembang seperti Indonesia, distribusi energi yang adil dan merata merupakan tantangan besar. Banyak wilayah pedesaan yang masih mengalami kesulitan akses BBM, baik dari segi jarak maupun harga.
Islam mengajarkan prinsip keadilan dalam distribusi kekayaan dan sumber daya. Allah Swt berfirman:
"... agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu." (QS. Al-Hasyr: 7)
Prinsip ini menuntut adanya distribusi sumber daya yang proporsional agar tidak terjadi ketimpangan. Program Pertashop menjawab tantangan tersebut dengan menyediakan BBM satu harga yang dapat diakses masyarakat pedesaan, termasuk melalui pesantren yang berperan sebagai mitra distribusi.
Model Syirkah: Kemitraan Ekonomi yang Islami
Dalam literatur fikih muamalah, bentuk kerja sama bisnis seperti yang terjadi antara pesantren dan Pertamina dapat dianalisis sebagai bentuk syirkah al-'aqd (kemitraan kontraktual).Â
Pesantren sebagai pelaksana usaha dan Pertamina sebagai penyedia produk dan sistem distribusi menjalin kerja sama dalam bentuk yang saling menguntungkan.
Rasulullah Saw sendiri pernah menjalankan kerja sama bisnis dalam bentuk mudharabah, yaitu ketika beliau bekerja dengan modal milik Sayyidah Khadijah RA. Hal ini menunjukkan bahwa kemitraan ekonomi dalam Islam bukanlah hal baru, melainkan bagian integral dari tradisi muamalah Nabi Saw.
Hadis Nabi Saw menyebutkan:
"Sesungguhnya Allah mencintai seorang mukmin yang bekerja dan terampil." (HR. Thabrani)
Dengan semangat ini, pesantren yang biasanya identik dengan kegiatan keagamaan, kini mengambil peran sebagai pelaku ekonomi melalui aktivitas bisnis yang sah dan produktif.
Etika Bisnis dalam Operasional Pertashop
Islam menempatkan etika sebagai fondasi utama dalam bermuamalah. Dalam konteks pengelolaan Pertashop, nilai-nilai seperti amanah, kejujuran, dan tanggung jawab harus menjadi pedoman.Â
Pengelola pesantren yang menjalankan bisnis ini wajib memastikan bahwa setiap aktivitas usaha dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Rasulullah Saw bersabda:
"Pedagang yang jujur dan amanah akan bersama para nabi, orang-orang yang jujur, dan para syuhada." (HR. Tirmidzi)
Hal ini menjadi motivasi bagi pesantren untuk menjadikan bisnis Pertashop bukan sekadar alat meraih keuntungan, tetapi juga sarana menanamkan nilai-nilai etika kepada para santri dan masyarakat sekitar. Dengan kata lain, kegiatan ekonomi menjadi bagian dari pendidikan karakter berbasis Islam.
Fikih Muamalah dalam Konteks Kontemporer
Salah satu tantangan dalam pengembangan fikih muamalah adalah bagaimana menjadikannya relevan dalam konteks modern. Banyak kasus kontemporer yang tidak ditemukan secara langsung dalam kitab-kitab klasik, namun prinsip-prinsip dasar dalam Islam tetap dapat digunakan untuk menjawab tantangan tersebut.
Konsep maslahah mursalah (kemaslahatan yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam teks, namun sejalan dengan maqasid syariah) dapat digunakan untuk melegitimasi keterlibatan pesantren dalam program seperti Pertashop.Â
Selain itu, kaidah fikih "al-'adah muhakkamah" (kebiasaan menjadi dasar hukum) juga bisa digunakan untuk memahami praktik kerja sama ini sebagai bentuk yang tidak bertentangan dengan syariah selama memenuhi unsur keadilan, transparansi, dan tidak mengandung unsur gharar (ketidakpastian) maupun riba.
Kontribusi terhadap Kemandirian Ekonomi Pesantren
Pesantren selama ini sering bergantung pada sumbangan dan dana pihak ketiga dalam menjalankan operasionalnya. Melalui pengelolaan unit usaha seperti Pertashop, pesantren dapat memiliki sumber pendapatan yang mandiri.Â
Kemandirian ini tidak hanya berdampak pada aspek finansial, tetapi juga memperkuat posisi pesantren sebagai lembaga yang mampu berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi lokal.
Kemandirian ini merupakan pengejawantahan dari prinsip "al-kasb al-halal fardhun ba'd al-fardh" (mencari penghasilan halal adalah kewajiban setelah kewajiban utama). Prinsip ini mendorong setiap individu dan lembaga untuk berusaha secara halal demi memenuhi kebutuhan dan membantu sesama.
Pendidikan Ekonomi Syariah bagi Santri
Keterlibatan pesantren dalam bisnis seperti Pertashop juga memberikan peluang besar untuk penguatan literasi ekonomi syariah bagi para santri. Mereka tidak hanya belajar teori, tetapi juga menyaksikan langsung praktik bisnis syariah. Ini penting untuk menciptakan generasi muda Islam yang siap terjun ke dunia usaha dengan akhlak dan kompetensi yang baik.
Praktik ekonomi nyata ini juga bisa dijadikan sebagai bahan ajar tambahan dalam kurikulum pesantren, misalnya dalam pelajaran fikih muamalah, kewirausahaan Islam, dan manajemen syariah. Dengan demikian, santri dibekali tidak hanya dengan ilmu agama, tetapi juga keterampilan praktis untuk membangun kemandirian ekonomi.
Penutup
Program Pertashop Pesantren Al-Ittifaqiah adalah contoh cerdas dari sinergi antara nilai-nilai keislaman dan dinamika ekonomi modern. Melalui kerja sama ini, pesantren bukan hanya menjadi pusat pendidikan dan dakwah, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi yang mandiri dan berkeadilan.
Dengan pendekatan fikih muamalah, kerja sama antara pesantren dan Pertamina dalam program ini dapat dipahami sebagai bentuk kemitraan yang sesuai syariah, mengandung maslahah, dan membuka ruang besar bagi pemberdayaan umat.Â
Maka sudah saatnya model semacam ini direplikasi di berbagai pesantren lain di Indonesia agar keadilan energi dan kemandirian ekonomi benar-benar bisa diwujudkan secara sistemik dan berkelanjutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI