Pengelola pesantren yang menjalankan bisnis ini wajib memastikan bahwa setiap aktivitas usaha dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Rasulullah Saw bersabda:
"Pedagang yang jujur dan amanah akan bersama para nabi, orang-orang yang jujur, dan para syuhada." (HR. Tirmidzi)
Hal ini menjadi motivasi bagi pesantren untuk menjadikan bisnis Pertashop bukan sekadar alat meraih keuntungan, tetapi juga sarana menanamkan nilai-nilai etika kepada para santri dan masyarakat sekitar. Dengan kata lain, kegiatan ekonomi menjadi bagian dari pendidikan karakter berbasis Islam.
Fikih Muamalah dalam Konteks Kontemporer
Salah satu tantangan dalam pengembangan fikih muamalah adalah bagaimana menjadikannya relevan dalam konteks modern. Banyak kasus kontemporer yang tidak ditemukan secara langsung dalam kitab-kitab klasik, namun prinsip-prinsip dasar dalam Islam tetap dapat digunakan untuk menjawab tantangan tersebut.
Konsep maslahah mursalah (kemaslahatan yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam teks, namun sejalan dengan maqasid syariah) dapat digunakan untuk melegitimasi keterlibatan pesantren dalam program seperti Pertashop.Â
Selain itu, kaidah fikih "al-'adah muhakkamah" (kebiasaan menjadi dasar hukum) juga bisa digunakan untuk memahami praktik kerja sama ini sebagai bentuk yang tidak bertentangan dengan syariah selama memenuhi unsur keadilan, transparansi, dan tidak mengandung unsur gharar (ketidakpastian) maupun riba.
Kontribusi terhadap Kemandirian Ekonomi Pesantren
Pesantren selama ini sering bergantung pada sumbangan dan dana pihak ketiga dalam menjalankan operasionalnya. Melalui pengelolaan unit usaha seperti Pertashop, pesantren dapat memiliki sumber pendapatan yang mandiri.Â
Kemandirian ini tidak hanya berdampak pada aspek finansial, tetapi juga memperkuat posisi pesantren sebagai lembaga yang mampu berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi lokal.