Mohon tunggu...
Jansen Thionardo
Jansen Thionardo Mohon Tunggu... Lainnya - Ilmu Komunikasi Broadcasting

Berbicara mengenai #pendidikan #sejarah, #ilmusosial #humaniora #filsafat #falsafah || NMIXX AESPA NEWJEANS IU TAEYEON

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Organisasi Pergerakan Nasional: Politik Indische Partij

17 Mei 2020   10:49 Diperbarui: 22 Januari 2022   15:38 17678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi (Canva)

PERJALANAN HINGGA AKHIR INDISCHE PARTIJ

Tepat pada 25 Desember 1912, wakil-wakil Indische Partij daerah melakukan permusyawaratan di Bandung. Telah sukses menyusun aturan dasar Indische Partij. Program-program revolusioner tampak jelas dalam pasal-pasal aturan dasarnya tersebut. Indische Partij berpijak di atas nasionalisme guna menuju kemerdekaan Indonesia. National Home, itulah anggapan semua orang terhadap Indonesia. Entah itu masyarakat bumiputera (pribumi), atau keturunan Belanda, China, dan Arab yang mengakui Indonesia sebagai tanah air dan kebangsaannya. Pemahaman inilah yang dikenal sebagai Indisch Nationalisme, yang kemudian diubah menjadi Indonesische Nationalisme atau Nasionalisme Indonesia. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa Indische Partij adalah partai politik pertama di Indonesia (Mustopo, 2014).

Indische Partij berkembang sangat pesat. Tak lama, partai politik ini sudah memiliki 30 (tiga puluh) cabang dan lebih dari 7.000 (tujuh ribu) orang anggota (Hermawan, 2017). Mayoritas anggota Indische Partij dari orang Indo-Belanda, sedangkan golongan pribumi berjumlah 1.500 (seribu lima ratus) orang anggota (Mustopo, 2014). Suwardi Suryaningrat berpendapat, walaupun Indische Partij didirikan oleh orang Indo-Belanda. Tapi Indische Partij tidak mengenal supremasi dan dominasi golongan Indo-Belanda atas golongan pribumi atau bumiputera (Darini, 2016).

4 Maret 1913, Indische Partij membuat surat permohonan guna memperoleh pengakuan sebagai badan hukum. Namun, pemerintah Hindia Belanda menolak, dikarenakan adanya unsur-unsur radikal (Mustopo, 2014), dan program Indische Partij yang menginginkan Hindia merdeka (Hermawan, 2017). Adapun alasan lain penolakan ini, karena organisasi ini berlandaskan politik dan mengancam serta akan merusak keamanan umum (Mustopo, 2014).

Tahun 1913, pegawai kolonial di berbagai tempat sedang mengumpulkan uang karena adanya suatu perayaan. Perayaan yang dimaksud adalah peringatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis (dari 1813 hingga 1913). Kegiatan Belanda ini telah melukai hati rakyat Indonesia, karena rakyat juga diminta paksa untuk membiayai perayaan peringatan tersebut (Mustopo, 2014). Oleh karena itu, Suwardi Suryaningrat mengkritisi tindakan itu dengan menulis sebuah artikel di dalam surat kabar De Express. Dengan judul Als ik en Nederlanders Was (Seandainya Aku Seorang Belanda), artikel ini menyindir tindakan pemerintah Hindia Belanda yang mengajak rakyat Indonesia untuk turut serta memperingati hari kemerdekaan Belanda (Hermawan, 2017). Padahal, rakyat Indonesia saat itu masih dijajah oleh Belanda (Mustopo, 2014).

Als ik en Nederlanders Was (Seandainya Aku Seorang Belanda)https://www.republika.co.id/berita/q9q61v385/ki-hajar-dewantara-als-ik-eend-nederland-was
Als ik en Nederlanders Was (Seandainya Aku Seorang Belanda)https://www.republika.co.id/berita/q9q61v385/ki-hajar-dewantara-als-ik-eend-nederland-was
 

Dan di Bandung, penduduk pribumi sedang membentuk panitia yang disebut sebagai Comite tot Herdenking van Nederlands Honderdjarige Vrijheid atau lebih dikenal Komite Bumiputera. Dengan adanya Komite ini, mereka ingin menghentikan pembentukan 'dewan jajahan' dan menuntut pencabutan peraturan pemerintah no. 111 mengenai larangan kehidupan berpolitik. Serta melakukan protes terkait pengumpulan uang dari rakyat Indonesia untuk merayakan peringatan kemerdekaan Belanda (Mustopo, 2014).

Agustus 1913, Douwes Dekker, dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat ditawan dan dijatuhi hukuman buang atau internir, karena dianggap sangat radikal (Mustopo, 2014). Mereka sendiri menentukan Belanda sebagai tempat hukuman buang. Walaupun begitu, mereka tetap berupaya untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme dan membangkitkan orang Indonesia di Belanda untuk menuntut Indonesia untuk merdeka (Hermawan, 2017). Hukuman buang ini ternyata mengakibatkan kegiatan Indische Partij yang terus mengalami penurunan. Kemudian, tahun 1919, Indische Partij berganti nama menjadi Insulinde (Darini, 2016). Tak sampai disitu, akibat pengaruh dari Sarekat Islam yang begitu kuat, menyebabkan perkembangan partai Insulinde juga tersendat (Mustopo, 2014).

Tahun 1918, kembalinya Douwes Dekker dari Belanda ternyata tidak memberikan pengaruh apa pun terhadap Insulinde. Tahun 1919, partai ini mengubah lagi namanya menjadi Nationaal Indische Partij (NIP). Namun, hasilnya masih tetap sama, NIP sudah tidak memiliki pengaruh yang berarti kepada rakyat Indonesia. Kini, masyarakat pribumi lebih tertarik mengikuti organisasi yang lain, sedangkan orang Indo-Eropa yang konservatif memilih untuk bergabung ke Indische Bond. Dan karenanya, Indische Partij atau NIP sudah tidak ada basis massanya dan pada akhirnya bubar (Mustopo, 2014).

*Indiers= Indiers di sini adalah seluruh orang yang lahir di Indonesia dan mengaku bertanah air Indonesia, baik orang Indo-Belanda, China, Arab maupun pribumi asli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun