Mohon tunggu...
Jandris_Sky
Jandris_Sky Mohon Tunggu... Kompasianer Terpopuler 2024

"Menggapai Angan di Tengah Badai"

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Extended Producer Responsibility: Solusi pengurangan Sampah Oleh Produsen

21 Juli 2025   14:34 Diperbarui: 21 Juli 2025   14:34 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konsep EPR, produsen punya tanggung jawab buat mengelola limbah dari produk. (Sumber foto: Jandris_Sky/Artificial intelligence)

Extended Producer Responsibility: Solusi Pengurangan Sampah oleh Produsen

Siapa, sih, yang nggak pernah beli makanan ringan dalam kemasan plastik atau minuman botolan sekali pakai? 

Kayaknya hampir semua orang pernah, bahkan mungkin setiap hari. 

Nah, tanpa kita sadari, semua kemasan itu akhirnya jadi tumpukan sampah. 

Dan meskipun banyak yang menyalahkan konsumen, sebenarnya ada peran besar produsen di balik itu semua. 

Inilah kenapa konsep Extended Producer Responsibility atau disingkat EPR mulai ramai dibicarakan.

Apa itu EPR?

EPR adalah singkatan dari Extended Producer Responsibility, yang artinya tanggung jawab produsen yang diperluas. 

Kalau biasanya produsen cuma mikirin produksi dan penjualan, sekarang mereka juga harus mikir: 

"Setelah produknya habis dipakai, ke mana ya sampahnya?"

Jadi, melalui konsep EPR ini, produsen punya tanggung jawab buat mengelola limbah dari produk mereka terutama kemasan. 

Nggak bisa lagi tuh cuma jualan, terus lepas tangan. 

Mereka diminta untuk ikut serta dalam pengumpulan, daur ulang, bahkan memikirkan desain produk yang lebih ramah lingkungan sejak awal.

Kenapa EPR itu penting?

Sampah, terutama sampah plastik, udah jadi masalah serius di Indonesia. 

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan lebih dari 60 juta ton sampah setiap tahun. 

Dan dari jumlah itu, sebagian besar berasal dari produk-produk konsumsi harian.

Bayangin, kalau semua produsen ikut bertanggung jawab mengelola sampah produknya, dampaknya bisa luar biasa. 

Lingkungan bisa lebih bersih, volume sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) berkurang, dan tentu saja, ini bisa membuka peluang usaha baru di sektor daur ulang.

Apa yang sudah dilakukan produsen?

Beberapa perusahaan besar di Indonesia sebenarnya udah mulai bergerak. Ada yang mengganti kemasan plastik sekali pakai jadi kemasan daur ulang. 

Ada juga yang menyediakan dropbox di toko atau outlet mereka, jadi konsumen bisa balikin kemasan bekas. 

Bahkan, ada perusahaan yang kerja sama sama UMKM daur ulang buat ngolah sampah kemasannya jadi barang bernilai.

Langkah-langkah ini patut diapresiasi, tapi tentu belum cukup. 

Karena sebagian besar produsen masih belum maksimal dalam menjalankan EPR. 

Banyak yang belum sadar, atau masih menganggap ini sebagai beban tambahan.

Pemerintah mulai ambil peran

Untungnya, pemerintah nggak tinggal diam. 

KLHK sudah menetapkan aturan tentang penerapan EPR yang mewajibkan produsen, terutama di sektor makanan, minuman, dan produk rumah tangga, buat menyusun peta jalan pengurangan sampah sampai tahun 2029.

Produsen juga diminta buat melaporkan sejauh mana mereka menjalankan kewajiban ini. 

Jadi, nggak cuma wacana doang. 

Tapi ya, tetap aja penerapan di lapangan masih perlu dorongan lebih lanjut.

Tantangan di lapangan

Tentu aja, menjalankan EPR nggak semudah membalikkan telapak tangan. Ada beberapa tantangan besar yang dihadapi, seperti:

1. Biaya operasional tinggi

Untuk membuat sistem pengumpulan sampah atau mendaur ulang kemasan, butuh modal besar. Nggak semua perusahaan, apalagi yang skala kecil-menengah, mampu melakukannya sendiri.

2. Infrastruktur belum memadai

Fasilitas daur ulang di Indonesia masih terbatas. Belum semua daerah punya pusat pengolahan sampah yang memadai. Akhirnya, banyak sampah yang tetap berakhir di sungai atau laut.

3. Kesadaran masyarakat dan produsen masih rendah

Banyak konsumen yang belum terbiasa memilah sampah. Dan banyak produsen yang masih memandang EPR sebagai "tambahan kerjaan" yang bikin ribet.

Apa solusinya?

Nah, supaya EPR bisa berjalan lancar, perlu kerja sama dari semua pihak. 

Pemerintah bisa kasih insentif buat produsen yang menerapkan EPR dengan baik, misalnya dalam bentuk keringanan pajak atau kemudahan izin. 

Selain itu, teknologi bisa jadi solusi. Misalnya, dengan aplikasi digital yang memantau pengumpulan sampah kemasan, atau platform yang menghubungkan konsumen, pengepul, dan pengolah limbah.

Menuju ekonomi sirkular

EPR ini sebenarnya adalah bagian dari upaya besar untuk membangun ekonomi sirkular, yaitu sistem ekonomi yang fokus pada penggunaan ulang sumber daya, bukan cuma produksi dan konsumsi linear (pakai--buang). 

Dalam ekonomi sirkular, sampah bukan lagi dianggap limbah, tapi bisa jadi bahan baku baru.

Kalau EPR diterapkan secara konsisten, ini bisa jadi awal yang baik untuk menciptakan sistem produksi dan konsumsi yang lebih ramah lingkungan. 

Dan siapa tahu, Indonesia bisa jadi pelopor pengelolaan sampah berbasis produsen di Asia Tenggara!

Semua punya peran

Akhirnya, mengurangi sampah bukan cuma tugas pemerintah atau konsumen aja. 

Produsen pegang peran penting karena merekalah yang mengawali siklus produk. 

Dengan komitmen yang jelas dan sistem yang mendukung, EPR bisa jadi solusi nyata untuk mengurangi krisis sampah di Indonesia.

Kita semua tentu ingin hidup di lingkungan yang bersih dan sehat, kan? Yuk, dukung EPR dan mulai jadi bagian dari perubahan. 

Dari produsen, oleh produsen, untuk bumi kita bersama!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun