Masyarakat Adat Bicara: Suara Mereka dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Oleh ; Jamaludin Mahulette.,ST
Koord. Regional Maluku LSP Geospasial
Wakil Ketua IAP Prov. Maluku
Perencanaan tata ruang merupakan instrumen krusial dalam pembangunan suatu wilayah. Di Indonesia, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) menjadi pedoman utama yang mengarahkan pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang, dan penataan ruang. Namun, dalam proses penyusunan dan implementasinya, pertanyaan besar muncul: seberapa jauh suara masyarakat adat diakomodasi dalam dokumen strategis ini?
Landasan Hukum dan Tujuan Penataan Ruang
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menegaskan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan tujuan mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Tujuan ini mencakup perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Penataan ruang sendiri adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Ini merupakan upaya untuk menentukan struktur dan pola ruang wilayah, baik melalui penyusunan rencana maupun penetapan perangkat pengendaliannya.
Secara spesifik, penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang antara berbagai kepentingan. Ini juga untuk mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta peningkatan kualitas ruang hidup manusia. Dalam konteks ini, RTRW, sebagai rencana tata ruang pada tingkat provinsi atau kabupaten/kota, memiliki peran sentral.
RTRW: Fungsi dan Lingkupnya
RTRW adalah rencana yang menetapkan tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah, rencana struktur ruang, rencana pola ruang, penetapan kawasan strategis, arahan pemanfaatan ruang, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang. Fungsi utamanya adalah sebagai dasar untuk penyusunan rencana pembangunan, termasuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Hal ini menunjukkan bahwa RTRW tidak hanya mengatur fisik ruang, tetapi juga menjadi fondasi bagi arah pembangunan ekonomi dan sosial suatu daerah.
Lingkup RTRW mencakup seluruh wilayah administratif provinsi atau kabupaten/kota. Dokumen ini harus memperhatikan keselarasan dengan RTRW nasional dan provinsi, serta selaras dengan rencana sektoral lainnya. Proses penyusunannya melibatkan berbagai tahapan, mulai dari persiapan, pengumpulan data dan analisis, perumusan konsep, hingga penetapan. Harmonisasi RTRW dengan rencana pembangunan daerah menjadi mutlak dilakukan untuk memastikan konsistensi dan efektivitas pembangunan.
Tantangan Inklusivitas dan Suara Masyarakat Adat
Meskipun kerangka hukum penataan ruang telah ada, tantangan besar muncul dalam memastikan inklusivitas, khususnya bagi masyarakat adat. Masyarakat adat memiliki pengetahuan lokal yang mendalam tentang lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan. Wilayah adat seringkali memiliki karakteristik unik yang tidak selalu terakomodasi dalam pendekatan perencanaan tata ruang konvensional.
Beberapa kasus menunjukkan bahwa penyusunan RTRW dapat menimbulkan ancaman deforestasi besar-besaran, terutama di wilayah yang kaya akan sumber daya alam dan dihuni masyarakat adat. Hal ini terjadi ketika RTRW tidak mempertimbangkan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat atas wilayah mereka. Tanpa partisipasi aktif dan pengakuan yang memadai, RTRW berpotensi mengabaikan kearifan lokal dan mengancam keberlanjutan hidup masyarakat adat.
Mendorong Partisipasi dan Pengakuan Wilayah Adat
Pentingnya pengakuan wilayah adat dalam RTRW semakin mengemuka. Beberapa daerah telah menunjukkan inisiatif positif dalam mengintegrasikan peta adat ke dalam dokumen perencanaan ruang mereka. Contohnya, Kabupaten Sanggau di Kalimantan Barat telah mengakomodasi peta adat dalam RTRW-nya, menunjukkan komitmen untuk melindungi hak-hak masyarakat adat.
Integrasi wilayah adat dalam RTRW bukan hanya tentang pengakuan hak, tetapi juga tentang pemanfaatan potensi kearifan lokal dalam pengelolaan ruang. Masyarakat adat memiliki sistem pengetahuan tradisional yang terbukti efektif dalam menjaga kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati. Dengan melibatkan mereka dalam proses perencanaan, RTRW dapat menjadi lebih komprehensif, berkelanjutan, dan sesuai dengan karakteristik lokal.
Mekanisme Partisipasi yang Efektif
Untuk memastikan suara masyarakat adat didengar, diperlukan mekanisme partisipasi yang efektif. Ini mencakup:
- Sosialisasi dan Konsultasi yang Menyeluruh: Informasi mengenai RTRW harus disampaikan secara jelas dan mudah dipahami oleh masyarakat adat, menggunakan bahasa dan media yang sesuai. Konsultasi harus dilakukan secara partisipatif, bukan hanya sekadar formalitas.
- Identifikasi dan Pemetaan Wilayah Adat: Pengakuan wilayah adat dimulai dengan identifikasi dan pemetaan yang akurat. Proses ini harus melibatkan masyarakat adat itu sendiri, sehingga peta yang dihasilkan benar-benar merepresentasikan klaim dan batas-batas wilayah mereka.
- Pengakuan Hak Ulayat: RTRW harus secara eksplisit mengakui hak ulayat masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam di wilayah mereka. Pengakuan ini menjadi dasar hukum yang kuat untuk melindungi wilayah adat dari ancaman eksploitasi yang tidak bertanggung jawab.
- Integrasi Kearifan Lokal: Kebijakan dan strategi dalam RTRW harus mempertimbangkan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam, pertanian, dan permukiman. Ini dapat membantu menciptakan tata ruang yang lebih adaptif dan berkelanjutan.
- Perwakilan dalam Forum Pengambilan Keputusan: Masyarakat adat harus memiliki perwakilan yang kuat dalam forum-forum pengambilan keputusan terkait RTRW, mulai dari tahap penyusunan hingga evaluasi.
Masa Depan Penataan Ruang yang Inklusif
Mewujudkan penataan ruang yang inklusif dan berkelanjutan adalah tantangan besar. Diperlukan komitmen dari pemerintah daerah, dukungan dari pemerintah pusat, serta partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat, termasuk masyarakat adat. Dengan mengakomodasi suara masyarakat adat dalam RTRW, Indonesia dapat membangun ruang yang tidak hanya aman, nyaman, dan produktif, tetapi juga berkeadilan dan menghormati keberagaman budaya serta kearifan lokal yang telah ada sejak lama. Ini adalah langkah penting menuju pembangunan yang benar-benar berkelanjutan dan berpihak pada semua.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI