Mohon tunggu...
Erkata Yandri
Erkata Yandri Mohon Tunggu... Praktisi di bidang Management Productivity-Industry, peneliti Pusat Kajian Energi dan pengajar bidang Efisiensi Energi dan Energi Terbarukan pada Sekolah Pascasarjana, Energi Terbarukan, Universitas Darma Persada, Jakarta.

Memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun sebagai Manajemen Productivity-Industry dan Energy sebagai Technical Services Specialist dengan menangani berbagai jenis industri di negara ASEAN, termasuk Indonesia dan juga Taiwan. Pernah mendapatkan training manajemen dan efisiensi energi di Amerika Serikat dan beasiswa di bidang energi terbarukan ke universitas di Jerman dan Jepang. Terakhir mengikuti Green Finance Program dari Jerman dan lulus sebagai Green Finance Specialist (GFS) dari RENAC dan juga lulus berbagai training yang diberikan oleh International Energy Agency (IEA). Juga aktif sebagai penulis opini tentang manajemen dan kebijakan energi di beberapa media nasional, juga berhasil mempublikasikan hasil penelitiannya tentang efisiensi energi dan energi terbarukan di berbagai jurnal internasional bereputasi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Revolusi Efisiensi Prabowo: Ambisi Besar atau Hanya Janji?

14 Maret 2025   20:04 Diperbarui: 14 Maret 2025   22:12 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada akhirnya, kepercayaan publik terhadap program efisiensi ini bergantung pada satu hal: bukti nyata yang bisa dirasakan langsung. Tanpa itu, semua hanya akan jadi slogan kosong, seperti banyak janji yang pernah dibuat sebelumnya.

Perubahan Tidak Bisa Ditunggu

Saya percaya, efisiensi bukan hanya tugas pemerintah. Ini soal budaya. Soal cara pikir. Pemerintah bisa saja memangkas anggaran, tapi kalau mentalitas kita masih permisif terhadap pemborosan, revolusi efisiensi ini hanya akan jadi slogan kosong.

Efisiensi itu harus menjadi kebiasaan. Harus melekat dalam cara kita bekerja, cara kita mengelola sumber daya, bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Pemerintah bisa menghemat triliunan rupiah, tapi kalau kita sebagai masyarakat tetap boros dan tidak peduli, perubahan ini tidak akan terasa.

Masyarakat juga punya peran besar. Mengawasi, mempertanyakan, dan memastikan bahwa efisiensi ini bukan sekadar wacana. Kalau ada pejabat yang masih boros, kita harus berani bersuara. Kalau ada kebijakan yang tidak masuk akal, kita harus menuntut transparansi. Tidak bisa hanya pasrah dan menunggu perubahan dari atas.

Perubahan besar tidak terjadi dalam semalam. Jepang, Jerman, Korea Selatan, semua butuh waktu puluhan tahun untuk membangun budaya efisiensi. Tapi mereka berhasil. Karena mereka disiplin, konsisten, dan sadar bahwa efisiensi bukan sekadar penghematan, tapi strategi untuk menjadi bangsa yang lebih maju.

Jadi, pertanyaannya bukan hanya untuk pemerintah, tapi juga untuk kita semua. Apakah kita siap mengubah kebiasaan lama dan menjadikan efisiensi sebagai budaya nasional? Ataukah kita hanya akan menunggu, berharap perubahan datang, tanpa ikut mengambil bagian? Perubahan tidak datang dari sekadar harapan, tapi dari tindakan nyata. Kita bisa memilih untuk tetap nyaman dalam kebiasaan lama, atau bangkit dan menjadi bagian dari revolusi efisiensi ini. Sebab, bangsa yang besar bukanlah bangsa yang menunggu perubahan, tetapi yang menciptakannya. Mari kita resapi Bersama!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun