Dalam kutipan di atas, tidak ada narasi harus menunduk di hadapan kyai tetapi pelajar hendaknya merendahkan diri di hadapan gurunya. Perlu dipahami lagi, merendahkan diri artinya tidak sombong, merasa benar sendiri, atau merasa tinggi hati di hadapan gurunya.
Pesan untuk kita semua, bahwa tidak perlu berlebihan menyikapi sesuatu. Perilaku harus disesuaikan dengan situasi maupun kondisi yang didasarkan kepada nurani kita. Kita berhak memilih untuk mengikuti hal yang diyakini.
3. Kyai Menerima Amplop Tidak untuk Kekayaan Diri Sendiri
Pesantren adalah lembaga pendidikan yang secara umum termasuk lembaga pendidikan yang relatif lebih murah. Pesantren tidak berorientasi kepada komersial, melainkan kepada pengabdian kepada umat dan ilmu. Lalu, jika kyai menerima amplop (uang) dari wali santri atau pihak manapun, uangnya diperuntukkan untuk kehidupan di pesantren. Uang digunakan seperti pembangunan, perawatan, hingga kebutuhan akademik santri.
"Bagaimana dengan kyai yang hidup mewah? Bukan kah pemuka agama harus hidup sederhana?"
Jawaban pertanyaan di atas, kita kembalikan ke pribadi masing-masing. Jangan sampai agama menjadi kendaraan untuk kepentingan dunia. Tidak sepatutnya menjual agama hanya untuk kesenangan sementara (dunia) sehingga melupakan esensi kebahagiaan selamanya (akhirat).
Â
4. Buktikan Santri itu Akademisi
Menurut KBBI, akademisi ialah orang yang berpendidikan tinggi. Akademisi berarti orang yang berperan menjaga, mengembangkan, dan menyebarkan pengetahuan melalui kegiatan ilmiah. Salah satu nilai utama yang melekat pada akademisi adalah terbuka pada diskusi dan kritik ilmiah.
Perkara boikot Trans7 bukan satu-satunya bukti terbuka pada diskusi dan kritik ilmiah. Santri harus mencoba untuk muhasabah atau  Â
instropeksi diri.