Mohon tunggu...
Ivan Yusuf Faisal
Ivan Yusuf Faisal Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Bukan jurnalis, hanya sharing. Rijks Universitêit de Gröningen, Ned

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Resolusi Togog

10 Januari 2018   16:48 Diperbarui: 11 Januari 2018   14:51 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

"Aku tu mau nyambut gawe Mar, Gong, Truk, Reng, di Ibukota. Jadi laden penguasa. Biar bisa cari nafkah. Biar bisa kawin terus punya keturunan yang sakti mandraguna jadi Ksatria dan Panutan kaya Pandhu dan Kunti punya anak Pandhawa." Sambung Togog

"Lak sampeyan sudah punya calon to denger-denger". Ucap Semar halus.

"Wah Truk, kita bakal punya budhe" Ucap Bagong pada Petruk. Lagi-lagi mulutnya ditabok oleh Petruk, "mingkem o,Gong, dengerin Pakdhe" ucap Petruk tegas.

"Tapi aku tu agak minder sama calonku e, Mar. Dia berasal dari keluarga baik-baik, dan aku ndak jelas gini. Aku lagi merayu Tuhan ini biar dia mau sama aku. Nanti aku tak minta izin buat resepsi di Hall Lobby Kayangan. Dia galak sih, tapi kalo dia ndak galak, aku malah kawatir. Aku tu kalo sudah didepannya malah jadi lemah. Kadang ada aja sing bisa di ewakke dari dia. Ada saja hal yang bikin saya cemburu. Hlawong tampilanku mung kaya gini Mar." Kata Togog sambil nyecekbatang rokoknya.

"Tapi Kangmas, adakalanya kita perlu merasa diri menjadi orang tidak baik, agar kita bisa selalu mengusahakan kebaikan. Adakalanya perlu merasa diri menjadi orang jahat, agar tidak ada lagi kejahatan yang mungkin kita timbulkan. Kaya gitu malah lebih baik daripada orang yang merasa dirinya sudah alim banget. Itu bahaya kalau sampeyan sudah merasa jadi orang beres, ndak ada lagi yang dicari ntar. Lagipula Kangmas, merayu Tuhan itu bukan cara yang salah kok. Agama itu esensinya innaddina 'indallah. Kalau sudah begitu, cara tunduk kepada Tuhan itu bukan institusi, bukan nomenklatur. Tapi sistem, program, dan visi misi. Dan ya semoga panjenengan di jodohkan dengan mbak calon kangmas. Ora mikir tumpur po bathi. Sikat semua mas. Tuhan didekati, yang bersangkutan juga jangan dikasih kendor". Semar berkata dengan tatapan tajam ke Togog. Togog mendengarkan setiap detil kata-katanya.

"Selain sama dia, cita-cita saya sekarang itu menjadi semakin 'tidak-ada', Mar. Saya belakangan tidak ada di khalayak, tidak ada di layar kaca, tidak ada dimana-mana, karena saya percaya kalau saya tidak ada, Tuhan akan semakin meridhoi saya. Toh pada akhirnya kita ilaihi rajiun, akan kembali dan menyatu pada Tuhan, Tauhid itu juga bagian dari penyatuan pada Tuhan. Saya kadang takut hidup saya yang sangat sebentar ini, hanya berakhir muspro tanpa daya. Di dunia ini tempat membangun sebenarnya Gong, Truk, Reng. Sekarang kita mencari kayu, mencari batu bata, buat membangun rumah kita kelak di hari pembalasan. Bukan disini tempat sukses. Di hari akhir nanti, kita dihadapkan pada dua keabadian yang susah dibayangkan. Kholidiina fiiha Abadaa. Kholidina itu kekal, tak bisa dibayangkan, dan Abadaa itu abadi. Maka dari itu, calon saya nanti akan saya jadikan penghantar saya kepadaNya. Nyuwun donga lan pangestune aja." Kata Togog mantap.

"Injih Kangmas. Pokoknya kalau butuh bantuan, bilang saja. InsyaAllah kalau bisa, bakal saya bantu". Ucap Semar pendek. Terlihat dari nada bicaranya ia begitu menghormati Kangmasnya, Kangmas Togog.

"Saya juga siap mbantu Pakdhe", ucap Petruk, Gareng dan Bagong nyaris serentak.

Tak terasa haripun sudah semakin gelap. Togog berkemas bersiap kembali ke penginapannya.

Setelah bersalaman, dia pun lantas kembali dan bersiap melanjutkan pengembaraannya.

Pernahkah kita bertanya bagaimana cara melangkah yang benar. Pernahkah kita mencoba menyesali hal-hal yang memang perlu disesali. Bisakah kita menumbuhkan kerendah hatian dibalik kebanggaan-kebanggaan?. Masih tersediakah ruang di dalam dada dan kepala kita untuk sesekali berkata kepada diri sendiri bahwa yang bersalah bukan hanya mereka, bahwa yang berdosa bukan hanya ia, tetapi juga kita. Bahwa yang perlu disembuhkan pertama itu bukan apa yang ada diluar diri kita, tapi justru diri kita sendiri dahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun