Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mencinta Baso sebesar Gunung Inerie

5 Juni 2017   15:14 Diperbarui: 5 Juni 2017   15:27 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gunung Inerie (dok.Pribadi)

Sore belum sempurna tiba, baru pukul empat sore.

Duduk di tepi pantai Raja, Ende, Flores.  Sore itu, Baso memandang pada kedalaman teluk Sawu, jika saja Baso mampu memandang hingga dasar teluk Sawu, berarti kemampuan pandangnya mencapai 3.497 meter dibawah permukaan laut. Luar biasa!

Baso terperanjat, bukan karena ada ular yang lewat, atau tukang palak yang suka memalak. Sekali lagi bukan. Flores adalah pulau yang super aman. Tinggalkan saja motormu di halaman terbuka rumahmu, ketika kau jaga di pagi hari, motormu masih ada di sana, bahkan bergeser satu sentipun tidak.

Baso terperanjat, membayangkan Soekarno, ya.. Bung Karno. Ditempat dia duduk kini, Soekarno juga pernah duduk. Berbeda dengan Baso, Soekarno mampu melihat dasar teluk Sawu dengan kedalaman 3.497 meter itu, bahkan tembus lebih dalam dalam lagi.

Soekarno bukan hanya duduk di tepi pantai, bahkan dia masuk, menyelami, merenangi, hingga jauh terdalam dari dasarnya.

Dari perjalanan fisik ke dalam teluk Sawu, olah bathin, olah pikir dan semedi spiritual, yang dilakukan Soekarno. Ketika dia menepi dipantai raja, di tepi laut teluk Sawu ini, mutiara yang dia bawa, bukan hanya bernilai tak terhingga, lalu diletakkan dalam almari. Melainkan, mutiara yang hingga kini masih sangat sakti digunakan bangsa Indonesia. Mutiara itu, bernama Panca Sila.

Matahari semakin condong, ke barat, pantai raja mulai ramai. Beberapa pengunjung mulai berdatangan, umumnya mereka warga sekitar pantai raja, meski ada juga yang datang dari Maumere, Nagekeo, dan daerah-daerah sekitar. Ke pantai raja bukan tujuan utama sebenarnya, tapi, sebagai pelengkap setelah mengunjungi rumah pengasingan Soekarno yang letaknya hanya 600 meter dari tempat Baso duduk kini.

Tiba-tiba, ada tangan halus yang menyentuh pundak Baso, tangan yang sangat dia kenal, tangan Mashitah. Isteri tercinta yang menemani hari-hari panjangnya selama hampir tiga dasa warsa ini.

Dua gelas kolak, dua pasang mata penuh cinta, ditingkahi suara adzan sore sebagai petanda saatnya menikmati kolak yang terhidang, semua, melengkapi keindahan hati mereka berdua. Keindahan yang tercipta lengkap dilokasi Panca Sila dinaikkan Soekarno dari dasar laut di teluk Sawu Ende.

*****

Langit di atas teluk Sawu, nampak hitam pekat, ramadhan baru memasuki hari ke enam, bulan masih berbentuk sabit diatas sana. Sinarnya belum cukup menerangi teluk Sawu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun