“kenalkan Mas… Mama Wulan” kulihat Lina, sedikit kaku, sedikit jengah dan aneh mendengar Wulan memanggilku dengan sebutan Mas.
Kujabat tangan Lina, agaknya, aku tak perlu memperkenalkan diri lagi pada Lina, begitu pula dengan Lina. Jabatan itu begitu lama, tak ada kata yang terucapkan tentang masa lalu kami. Dari binar matanya, aku kok merasa GR.
“Sehat Lin?”
“Sehat. Kamu sendiri gimana No?” akh, selalu saja Lina memanggilku dengan No.
“Waktu Wulan pulang bawa buku, aku lihat fotomu, aku yakin kalo gak salah orang” lanjut Lina.
“iya Mas..semalam Ibu maksa untuk ketemu Mas” Wulan ikutan nimbrung.
“Hus! Saru. Panggil Om kek.., Pak lik Kek, mosok Mas” sergah Lina pada Wulan.
“Wulan sudah biasa Bu, hanya panggil Mas” bela Wulan.
******
Lina cerita banyak tentang diri dan keluarganya. Bagaimana si sulung sudah memberinya cucu usia satu setengah tahun, dan anak kedua kedua, si Bontot Wulan baru saja selesai UN. Lina sendiri masih tetap menjadi dosen di salah satu Universitas swasta, sebagai single parent lima tahun terakhir ini, Lina hanya berharap agar Wulan lulus dengan nilai baik dan diterima di universitas pilihannya.
Wulan masih saja dengan kemanjaannya memanggilku Mas. Hingga akhirnya, ketika jam menunjukkan jam 14.20 dan aku harus berpisah dengan mereka, aku masih menyisakan asa, mungkinkah suatu waktu kelak, Wulan merubah panggilannya dari Mas menjadi Ayah?