Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Double Burden yang Dialami Perempuan Terkait Pekerjaan Rumah Tangga

1 Oktober 2022   10:27 Diperbarui: 1 Oktober 2022   15:07 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi double burden | pexels.com/Gustavo Fring

Budaya patriarki secara tidak langsung telah menempatkan perempuan pada posisi di bawah jenis kelamin laki-laki dalam berbagai hal. Dimulai dari secara gambaran fisik, sifat-sifat, hingga karakter.

Hal ini, mau tidak mau menjadikan perempuan di dalam rumah tangga menempati posisi sub ordinat. Artinya, ia menjadi bawahan dari suaminya sendiri.

Seorang perempuan dituntut untuk selalu berbakti, mengabdi, dan mengurus suami dan keluarga. Secara tidak langsung, posisi sub ordinat ini akan mengantarkan eksistensi perempuan ke dalam jurang ketiadaan identitas.

Meskipun, ia telah mengorbankan diri, dan jiwa raganya untuk mengurus keluarga. Tetapi, tidak ada apresiasi, penghargaan, apalagi rasa hormat yang ia dapat terkait pengorbanan tersebut.

5. Tindak kekerasan (violence) terhadap perempuan.

Pada saat ini, sering kita dengar dan saksikan. Bagaimana seorang suami bertindak kasar kepada istrinya. Baik secara verbal dengan tindakan memukul, membanting, dan lain-lain. Maupun secara non-verbal berupa perlakuan non fisik seperti berkata kasar, berucap yang menghina dan menyakitkan, serta melakukan perselingkuhan.

Semua tindakan ini, akan menyebabkan hidup seorang perempuan tertekan, tidak bahagia, dan rentan stres. Akhirnya, banyak beban yang harus ia pikul. Tidak saja pekerjaan rumah tangga yang menuntut untuk diselesaikan. Tapi, juga beban kesedihan yang harus ia tanggung.

Bagaimana cara mengatasi double burden?

Hal ini harus mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Karena, bila dibiarkan berlarut-larut, akan mengancam keharmonisan rumah tangga.

Seorang perempuan, meski sabar dan memiliki karakter yang lembut, suka membantu, dan mengurusi orang lain. Akan tetapi, bila secara terus-menerus ia mendapatkan beban yang tidak seimbang, melebihi kapasitas energi dan kemampuan jiwanya. 

Apalagi, bila sang suami di rumah berlaku seolah-olah raja atau majikan di rumah. Ia memperlakukan istri layaknya pembantu. Kurang rasa penghargaan terhadap semua pengorbanan istri. Maka, dapat dipastikan lama kelamaan istri akan terkikis habis kesabarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun