Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Ibu dengan Tiga Anak Rentan Mengalami Stres, Begini Cara Mengatasinya

9 Agustus 2022   16:17 Diperbarui: 9 Agustus 2022   19:36 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi ibu yang kelelahan | Pexels.com/Ketut Subiyanto

Anak Tilu keur Kumusut, artinya perempuan yang sudah memiliki tiga orang anak akan tampak kusut masai, apalagi bila tidak pandai merawat badan.

Perempuan yang sudah memiliki anak tiga di-citra-kan sebagai perempuan yang kusut masai. Dalam hal ini kita dapat mendefinisikan kusut masai sebagai sebuah kondisi dimana, fisik atau keadaan badan yang tidak terurus.

Jika seorang perempuan badannya besar, maka ia akan tampak gemuk tidak indah untuk dipandang, dan lemak bergelambir di setiap bagian tubuh yang rentan menjadi tempat timbunan seperti bokong, lengan, perut, payudara, betis, pipi, dan lain-lain.

Begitu pun, saat badan perempuan tersebut kurus, maka yang tampak bukan langsing, tapi kerempeng seperti kekurangan gizi dengan kulit yang keriput, tulang badan menonjol disana-sini.

Lelah fisik dan jiwa

Kusut masai juga berkaitan dengan kondisi wajah yang tidak segar, berjerawat, kering, banyak memiliki flek hitam, kantung mata yang besar dan legam, dan lain sebagainya. Hal ini juga menyangkut penampilan rambut yang kusut, kering, berketombe, dan tumbuh bercabang seperti kekurangan gizi.

Tidak hanya soal penampilan fisik, kusut masai juga dapat diterjemahkan sebagai keadaan yang kacau dan tidak teratur pada kondisi psikis seorang perempuan. Mungkin suasana hati yang buruk dan berubah-ubah, mudah emosi, penumpukan dendam dan perasaan tidak berharga, serta keinginan dan harapan yang tidak tercapai.

Hal ini ternyata sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan TODAYMoms.com, dilansir dari health.detik.com, bahwa ibu yang memiliki tiga anak memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibanding ibu yang beranak satu, dan dua orang.

Bahkan survei juga membuktikan, tingkat stres yang dialami perempuan beranak tiga, tidak dialami oleh ibu yang memiliki anak lebih dari tiga. 

Sejumlah 7.164 ibu-ibu di Amerika Serikat mengikuti survei ini, diperoleh hasil bahwa rata-rata setiap responden mengungkapkan mereka memiliki tingkat stres antara 8,5 dari skala 1-10, di mana 10 adalah angka yang menunjukkan kondisi stres paling tinggi.

Saya sebagai seorang ibu dengan tiga anak, membuktikan kondisi tersebut. Saya merasa, bahwa apa yang diungkapkan dalam peribahasa Sunda tersebut, yakni anak tilu keur kumusut benar adanya.

Karena, setiap hari yang dilalui dalam berkomunikasi dan mengasuh anak-anak, saya merasa tertekan. Padahal, saya sudah mengatur jarak enam tahun antara masing-masing anak. 

Pada awalnya, tujuan dari pengaturan jarak tersebut, agar saya dapat meminimalisir kerepotan yang akan terjadi dalam proses pengasuhan. Namun, ternyata dalam kenyataannya, jarak yang lumayan jauh tersebut tidak memiliki dampak yang positif.

Anak sulung saya laki-laki saat ini berusia 14 tahun, anak tengah laki-laki berusia 9 tahun, dan anak bungsu perempuan berusia 4 tahun. 

Saya berharap jarak usia 6 tahun di antara kelahiran itu, akan menyebabkan mereka akur, saling asuh, dan mengerti kondisi kesibukan ibunya yang bekerja di luar rumah. Ternyata tidak.

Saya seperti ibu-ibu di Amerika sana yang disurvei oleh TODAYMoms.com, saya juga memiliki kadar stres antara 8,5 hingga 9, bahkan lebih. 

Rasa stres tertinggi akan saya alami, saat pekerjaan menuntut diselesaikan dengan cepat, lalu pada waktu yang bersamaan anak-anak sakit, rewel, dan menuntut waktu lebih banyak dari saya. Saat itulah saya merasa 'mati gaya'.

Faktor Penyebab

Ada beragam alasan yang menjadi penyebab mengapa perempuan beranak tiga di-citra-kan dalam kondisi demikian, yakni kusut masai. 

Pertama, adanya rasa khawatir yang muncul pada diri seorang ibu, terkait masalah finansial. Terkait dilema bagaimana cara mereka dapat menyeimbangkan antara pekerjaan, dan cita-cita sebagai passion mereka di masa depan dengan pekerjaan dan beban mengurus rumah tangga.

Karena, jujur saja masalah pekerjaan rumah itu memakan waktu yang hampir sama, bahkan lebih dengan waktu saat kita menyelesaikan pekerjaan kantor. Penelitian mengungkap bahwa beberapa perempuan di dunia, kekurangan waktu untuk tidur dan istirahat.

Hal itu disebabkan karena mereka mengerjakan pekerjaan rumah, seperti mencuci pakaian, menyetrika, mengepel lantai, memasak untuk bekal pagi hari, dan lain-lain pada malam hari. 

Selain itu, pada malam hari setelah anak-anak dan suami tidur perempuan juga menyelesaikan tugas kantor mereka, berupa laporan dan lain-lain.

Kegiatan yang bersifat multitasking ini menyebabkan perempuan tidak dapat fokus, dan kurang waktu untuk tidur. Efeknya, perempuan akan mudah stres, emosi, kelelahan, dan mudah bertambah berat badan. Sebagai akibat dari aktivitas otak yang berat, hormon kortisol yang dilepaskan saat kurang tidur, dan perubahan hormon saat menstruasi, dan menopause.

Kedua, tuntutan dari dalam diri sendiri, untuk menjadi ibu yang sempurna. Bagaimana memenuhi target anak-anak yang sehat, gemuk, dan aktif. Hal ini menjadi pemicu stres yang lumayan besar, apalagi saat anak susah makan, picky eater, dan lebih menyukai jajan dari pada makan di rumah.

Banyak target dan harapan yang diinginkan seorang ibu terkait anak-anaknya, meliputi : kesehatan, prestasi, dan etika. Jika target itu meleset dan belum tercapai, karena berbagai hambatan. Maka, seorang ibu akan rentan terkena stres. Sebenarnya, bahagia bagi seorang ibu itu sederhana saja, itu yang saya rasakan. Saat melihat anak lahap makan masakan yang dibuat oleh kita, itu sudah merupakan kebahagiaan yang tiada duanya.

Terkadang tekanan terbesar itu bukan berasal dari luar. Perasaan kita sendirilah yang menjadi sumber tekanan terbesar dalam hidup kita. Karena, kita sering menghakimi diri sendiri secara lebih kejam daripada orang lain.

Ketiga, suami yang penuntut dan tidak membantu pekerjaan rumah tangga juga menjadi penyebab seorang ibu beranak tiga rentan untuk stres. 

Pada hakikatnya perempuan itu memiliki jiwa yang kuat, selain mampu untuk multitasking, seorang perempuan pun akan mampu menangani semua masalah dengan benar.

Asal suami yang berada di sampingnya, mampu menjadi partner yang baik. Saat tidak mampu membantu sekali pun, jangan sampai dia menambah beban dengan kata-kata yang buruk. Karena, sekali saja bentakan suami kepada istri, maka itu akan meruntuhkan semua kepercayaan diri dan rasa kuat yang ada pada diri perempuan.

Jadi, sangat masuk akal, bila saat seorang perempuan memiliki tiga orang anak, dia akan tampak kusut masai. Dalam hal ini, peran suami pun dituntut untuk berjalan dengan baik.

Keempat, keyakinan bahwa seorang ibu tidak memiliki waktu untuk mengurus kebutuhan mereka sendiri, umpama membaca buku favorit, menonton film, menulis diary, bahkan untuk sekedar makan dan mandi yang notabene merupakan kebutuhan primer pun, seorang ibu tidak memiliki waktu.

Kadar stres harian yang berkisar antara 8,5 persen bagi seorang ibu, itu tidak hanya membebani pikiran mereka, tapi juga tubuh. Seorang perempuan akan kekurangan waktu untuk memulihkan kondisi tubuhnya kembali ke posisi semula.

Terkait jumlah anak tiga yang menyebabkan seorang perempuan rentan stres. Hal ini diperkuat pula dengan pengakuan Jill Smokler (35) seorang blogger 'Scary Mommy' dan penulis buku Motherhood Comes Naturally (And Other Vicious Lies). Jill memiliki tiga orang anak, dan ia membenarkan serta mengakui bahwa angka tersebut membuatnya stres.

Saat seorang perempuan memiliki satu anak, lalu memiliki dua anak. Maka, perubahan itu akan terasa mudah. Namun, saat dari dua anak berubah ke tiga anak. Hal itu akan menjadi sesuatu yang tidak mudah.

Mengapa? Karena dengan tangan yang berjumlah dua saja, seorang ibu akan merasa kewalahan untuk mengendalikan anak-anaknya. Bahkan, saat tidak bisa menggandeng anak secara bersamaan di kala berjalan, seremeh itu saja bisa menjadi pemicu stres.

Berbeda halnya dengan jumlah anak lebih dari tiga, umpama anak empat dan lima. Hal itu, ternyata tidak menyebabkan stres, nah lho. Padahal, jumlah mereka lebih banyak. 

Secara kasat mata saja, bertambahnya jumlah anak, tentu akan berpengaruh pada jumlah beban dan pekerjaan yang harus ditangani oleh seorang ibu.

Ternyata, tidak demikian, ya. Saat seorang perempuan memiliki anak lebih dari tiga, maka ia akan semakin terlatih, terasah skill mengurus anaknya, dan ia pun akan semakin percaya diri. Apalagi bila sudah menemukan pola asuh yang tepat, lalu pola itu berhasil diterapkan untuk semua anak.

Bukan berarti, ibu dengan anak tiga harus menambah anak lagi, untuk menggenapkan anak mereka menjadi empat. Dengan tujuan agar tingkat stres menjadi berkurang. 

Cara mengurangi kadar stres pada ibu dengan tiga anak

Tindakan preventif yang harus kita lakukan, sebagai seorang perempuan berdasarkan peribahasa anak tilu keur kumusut itu menurut saya adalah, pertama dengan cara sesekali berkata tidak. Pada permintaan siapa saja, entah itu suami, anak-anak, dan orang lain. Apalagi bila permintaan tersebut, terkesan mengada-ada.

Kedua, delegasikan tugas yang merupakan pekerjaan rumah tangga kepada orang lain, dalam hal ini pembantu rumah tangga. 

Ketiga, lakukanlah me time berupa facial face ke salon, memotong rambut dengan model lebih muda dan kekinian, serta sesekali hang out bersama sahabat atau suami pun layak dilakukan. 

Keempat, berilah penghargaan kepada diri, minimal dengan mengucapkan terima kasih kepada diri sendiri karena sudah berupaya menjadi ibu yang baik dari tiga orang anak. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun