Mohon tunggu...
Isur Suryati
Isur Suryati Mohon Tunggu... Guru - Menulis adalah mental healing terbaik

Mengajar di SMPN 1 Sumedang, tertarik dengan dunia kepenulisan. Ibu dari tiga anak. Menerbitkan kumpulan cerita pendek berbahasa Sunda berjudul 'Mushap Beureum Ati' (Mushap Merah Hati) pada tahun 2021. Selalu bahagia, bugar dan berkelimpahan rejeki. Itulah motto rasa syukur saya setiap hari.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Puzzle Luka

27 Mei 2022   13:48 Diperbarui: 1 Juni 2022   20:30 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi puzzle luka | sumber: pixabay.com/modman

Inilah awal perkenalanku dengan seorang driver mobil online. Pertama kali, aku order dia untuk menemaniku mengawasi Mas Teguh dari jauh. Membuntuti kemana pun dia pergi. Saat Mas Teguh pamitan mau ke kantor. Aku meminta ijin padanya, “Mas, hari ini aku pulang sore, ya ada acara sama Santi.” 

Seperti biasa, Mas Teguh selalu mengijinkan, “Iya. Nikmati hari kamu.” Dia memang suami yang pengertian sejauh ini. Tidak pernah melarang aku untuk menikmati kehidupan sosial di luar rumah.

Panji, nama driver yang ku order tersebut. Parasnya yang ganteng dan lembut mengingatkanku pada lelaki idaman di masa laluku. Entah kenapa, seringnya kebersamaan dengannya. Membuat sebelah jiwaku yang tidak terisi karena sikap cuek Mas Teguh terasa menggeliat dan bergelora. Aku menemukan sosok pangeran berkuda putih itu pada Panji.

Ya, Tuhan. Kali ini aku memohon ampun pada-Nya. Bersimpuh dalam sujud yang panjang. Aku tidak mau hatiku goyah. Aku adalah istri yang setia. Aku tidak mau predikat itu akan hancur gara-gara kebersamaanku dengan Panji. Tapi, bagaimana aku membutuhkan jasanya untuk menemaniku memata-matai Mas Teguh. 

Bersamanya, beberapa puzzle tentang Mas Teguh mulai ku temukan. Puzzle ketiga, yaitu Mas Teguh makan siang bersama saat jam istirahat di rumah makan yang agak jauh dari kantor, bersama perempuan yang tangannya ada dalam foto di instagram tersebut. Aku yakin sekali, jika tangan itu adalah tangan yang sama. Meski, Mas Teguh bersikap kaku, cuek, dingin dan sejuta sinonim dari kata itu. Tapi, hatiku berkata, ada apa-apa di antara mereka.

Beberapa kali Panji menghiburku. Kata-katanya sangat mengena di hati, membuat hatiku terasa nyaman. Itu karena, Panji adalah seorang penulis yang nyambi sebagai driver demi mengumpulkan uang untuk mengobati ibunya yang sakit. Aku melihat ada ketulusan di matanya. Di usianya yang matang, Panji belum berani mengambil keputusan untuk berumahtangga. “Aku belum menemukan yang cocok.” Begitu jawabnya, saat iseng-iseng aku tanya.

Kata-kata itu mengingatkanku pada kalimat yang sering kuucapkan dulu kepada ibu. Ada beberapa kecocokkan yang membuat hubungan kami terasa dekat. Akhirnya kuketahui jika usia kami juga tidak terpaut jauh. 

Beberapa kali, Panji meminta ijin untuk memanggil namaku Ria. Bukan ibu, seperti awal pertama ia menyapaku. Katanya biar terkesan kekinian. Nama Maryani menurut dia, tidak cocok dengan penampilanku. Nama itu terlalu Ndeso. Aku menyetujuinya. Dia memang benar, nama itu sudah tidak cocok lagi dengan kepribadianku kini.

Entah mengapa, seiring bertambahnya puzzle perselingkuhan Mas Teguh yang mulai terbuka satu-persatu. Dari mulai lingerie merah jambu, postingan seorang perempuan di media sosial, lalu pertemuan Mas Teguh di rumah makan bersama seorang perempuan. 

Hingga fakta terbaru dan yang paling membuat aku shock. Yaitu, Mas Teguh telah memiliki anak. Usia anak itu adalah enam tahun. Semua itu seharusnya membuat hatiku hancur berkeping-keping. Aku sampai pada kesimpulan, ternyata beruang es itu tidak segarang penampilannya. Tidak selurus pandangan matanya.

Tapi, tidak. Aku merasanya kok biasa saja, ya. Aku juga sudah memaafkan Mas Teguh dalam hatiku. Aku yakin hal itu dia lakukan, karena kekuranganku. Aku memang tidak memiliki anak darinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun