Mohon tunggu...
Isti  Yogiswandani
Isti Yogiswandani Mohon Tunggu... Penulis buku Kidung Lereng Wilis(novel) dan Cowok Idola (Kumpulan cerpen remaja)

Freelancer, suka traveling, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Nasi Kuning Simbol Kemakmuran dan Rasa Syukur: Layakkah Jadi Menu Pangan Lokal MBG?

14 Oktober 2025   16:22 Diperbarui: 14 Oktober 2025   16:22 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nasi kuning ulang tahun yang dibagikan untuk para tamu (Dokumentasi pribadi: Isti Yogiswandani)

Nasi kuning, penanda perayaan. Tanda bersyukur, kearifan lokal yang mewarnai umur tanpa uzur.

Tumpeng nasi kuning, saat ulang tahun. Penuh filosofi yang menggenggam arti, dan citra diri. Tabukah jika menjadi menu lokal MBG?

Di piring bundar, kuning cerah merekah.
Bukan sekadar hidangan, tapi berselimut makna yang hadir ramah menyapa.

Nasi kuning menghadirkan legenda rasa dan asa, yang tak pernah reda.
Sebuah persembahan hati, terukir sederhana dalam dzikir.

Semburat kuning mewarnai, laksana cahaya doa yang berkilau melantun harap.
Harapan yang tersemat, di setiap butirannya.

Bukan sekedar penanda hari bahagia,
Tapi lambang kemakmuran, bagi jiwa yang merayakan.

Aroma dan rasa santan kelapa yang lembut, membalut butiran beras. Bagai kasih ibu, tulus, tak pernah terlepas.

Kelembutan yang merangkul, dari awal hingga akhir, dalam goa garba yang hangat, aman dan nyaman, menyimpan sejarah hidup, yang kini semakin kokoh ditempa sang kala.

Lauk pauk di sekeliling, aneka ragam rupa,
Seperti perjalanan hidup, penuh warna dan aura.
Ada manis, ada pedas, ada asin, ada gurih,
Semua bumbu kehidupan, yang kini telah tercecap.

Telur dadar beriris, bagai fragmen kehidupan yang terurai dalam potongan kecil.
Hidup yang harus dijalani, dengan satu persatu kesabaran, keikhlasan dan semangat.

Potongan timun yang hijau, semoga membawa kesegaran yang abadi,
Mengingatkan pada fitrah, jiwa yang harus mandiri.

Memotong tumpeng, bukan sekadar membelah, tapi membagi berkah, cinta yang takkan lelah.

Puncak runcing,  mengarah pada zat esa yang maha tunggal.
Bahwa segala syukur, kembali pada sumber yang hakiki.

Nasi kuning ulang tahun, adalah pengejawantahan diri.
Untuk hidup yang lebih baik, di hari yang kan datang nanti.

Nikmati lah perlahan, resapi setiap butirnya,
Ini adalah filosofi, tentang syukur dan gembira yang membaur.

Tidak hanya memenuhi syahwat perut, tapi mengisi semangat baru, dan janji untuk lebih baik.

Selamat ulang tahun, semoga masa lalu  menginspirasi saat ini. Dan masa kini menginsprasi lebih baik di masa depan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun