Nasi kuning, penanda perayaan. Tanda bersyukur, kearifan lokal yang mewarnai umur tanpa uzur.
Tumpeng nasi kuning, saat ulang tahun. Penuh filosofi yang menggenggam arti, dan citra diri. Tabukah jika menjadi menu lokal MBG?
Di piring bundar, kuning cerah merekah.
Bukan sekadar hidangan, tapi berselimut makna yang hadir ramah menyapa.
Nasi kuning menghadirkan legenda rasa dan asa, yang tak pernah reda.
Sebuah persembahan hati, terukir sederhana dalam dzikir.
Semburat kuning mewarnai, laksana cahaya doa yang berkilau melantun harap.
Harapan yang tersemat, di setiap butirannya.
Bukan sekedar penanda hari bahagia,
Tapi lambang kemakmuran, bagi jiwa yang merayakan.
Aroma dan rasa santan kelapa yang lembut, membalut butiran beras. Bagai kasih ibu, tulus, tak pernah terlepas.
Kelembutan yang merangkul, dari awal hingga akhir, dalam goa garba yang hangat, aman dan nyaman, menyimpan sejarah hidup, yang kini semakin kokoh ditempa sang kala.
Lauk pauk di sekeliling, aneka ragam rupa,
Seperti perjalanan hidup, penuh warna dan aura.
Ada manis, ada pedas, ada asin, ada gurih,
Semua bumbu kehidupan, yang kini telah tercecap.
Telur dadar beriris, bagai fragmen kehidupan yang terurai dalam potongan kecil.
Hidup yang harus dijalani, dengan satu persatu kesabaran, keikhlasan dan semangat.