Mohon tunggu...
ISRO ILIYATUL RAHMAH
ISRO ILIYATUL RAHMAH Mohon Tunggu... Mahasiswa Semester 7 Manajemen Sumber Daya Manusia

Mahasiswa Semester 7 Manajemen Sumber Daya Manusia Universitas Hayam Wuruk Perbanas Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saat Bertahan Tak Lagi Jadi Pilihan: Ubah Nasib Dengan #KaburAjaDulu

9 Juli 2025   19:31 Diperbarui: 10 Juli 2025   05:29 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bertahan demi apa?” adalah pertanyaan yang makin sering terlintas dibenak para pekerja saat ini. Di tengah tekanan kerja, kurangnya apresiasi, burnout yang tak kunjung pulih, dan lingkungan kerja yang kadang tak sehat, banyak yang akhirnya memilih satu hal: #KaburAjaDulu.

Namun, apakah ini sekadar tren, atau cerminan dari permasalahan dalam dunia kerja?

Istilah "kabur" disini lebih dimaknai sebagai bentuk metafora, yaitu ingin keluar sejenak dari segala beban yang ada. Bukan berarti melarikan diri dalam arti yang negatif, tetapi lebih kepada mencari ruang untuk relaksasi, introspeksi, atau sekadar menghilangkan kejenuhan sementara waktu.

#KaburAjaDulu mulai populer di media sosial sebagai bentuk ekspresi dari perasaan frustrasi, lelah, atau ingin melarikan diri dari rutinitas sehari-hari, terutama di era digital yang serba cepat ini, dimana banyak orang merasa tertekan oleh berbagai tuntutan, baik dari pekerjaan, kehidupan pribadi, atau bahkan tekanan sosial yang hadir dalam bentuk standar tertentu yang sering kali tidak realistis. Di media sosial, tagar ini semakin ramai dibicarakan dengan narasi yang sederhana namun kuat: ketika tempat kerja tidak lagi memberikan ruang untuk tumbuh, ketika atasan tak mendengar, dan ketika energi habis hanya untuk "survive", maka pergi menjadi bentuk penyelamatan diri. Tagar ini mencerminkan kebutuhan untuk mencari ruang sejenak, menghindari kebisingan hidup, dan memberi kesempatan untuk beristirahat dari tekanan yang ada.

#KaburAjaDulu bukan sekadar tren impulsif atau alasan untuk lari dari tanggung jawab, melainkan refleksi dari krisis dalam manajemen SDM dan kegagalan organisasi dalam menciptakan tempat kerja yang sehat, adil, dan manusiawi. Dibalik keputusan untuk "kabur" dari dunia kerja, tersimpan cerita panjang tentang kelelahan yang tak pernah ditangani, suara yang tak pernah didengar, dan potensi yang tak pernah diberi ruang. Akibatnya, banyak dari mereka memilih mundur demi menjaga kesehatan mental. Sehingga, pilihan untuk "kabur" ini membawa dampak lanjutan, yakni meningkatnya angka pengangguran, terutama di kelompok usia produktif. Fenomena ini menunjukkan bahwa bukan semata individu yang gagal bertahan, tetapi ada sistem kerja yang sedang tidak sehat.

Jika melihat fenomena #KaburAjaDulu dari perspektif manajemen SDM, fenomena ini mencerminkan kegagalan dalam berbagai aspek penting dalam pengelolaan karyawan. Hal ini mengindikasikan kegagalan dalam mempertahankan karyawan (employee retention). Ketika karyawan memutuskan untuk mengundurkan diri tanpa perencanaan yang matang, hal itu menunjukkan bahwa perusahaan gagal menciptakan lingkungan kerja yang menarik dan mendukung karyawan untuk berkembang. Situasi ini relevan dengan generasi muda yang memiliki ekspektasi lebih tinggi terkait keseimbangan hidup dan karier mereka.

Oleh karena itu, perusahaan perlu mengidentifikasi dan mengatasi akar masalah dalam pengelolaan SDM mereka. Langkah ini mencakup peninjauan ulang terhadap kebijakan yang ada, mendengarkan keluhan karyawan, dan memperbaiki sistem kerja yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan, pengakuan, dan perkembangan karier mereka. Jika perusahaan gagal memperhatikan hal-hal tersebut, fenomena #KaburAjaDulu hanya akan terus berkembang dan merugikan perusahaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun