Mohon tunggu...
Isna Hani
Isna Hani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Hukum Keluarga Islam UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Review Book "Hukum Acara Peradilan Agama"

8 Oktober 2025   21:01 Diperbarui: 8 Oktober 2025   21:01 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Cover Buku Hukum Acara Peradilan Agama

Rofiq memulai dengan pemahaman dasar bahwa Peradilan Agama adalah bagian dari kekuasaan kehakiman yang bertugas menegakkan hukum dan keadilan bagi masyarakat beragama Islam dalam perkara-perkara tertentu, seperti perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah, dan ekonomi syariah. Namun, ia tidak berhenti pada definisi formal itu. Ia mengajak pembaca menelusuri lebih dalam: mengapa umat Islam membutuhkan lembaga peradilan tersendiri, dan bagaimana lembaga tersebut menjadi simbol eksistensi hukum Islam di negeri yang plural ini.

Perjalanan sejarah Peradilan Agama yang disajikan dalam bab ini memberikan gambaran nyata bahwa lembaga ini bukan produk instan negara modern. Jauh sebelum Indonesia berdiri, lembaga-lembaga seperti Mahkamah Syar'iyah di Aceh, Kerapatan Qadhi di Kalimantan, dan Qadhi Surambi di Jawa sudah menjalankan fungsi-fungsi peradilan berdasarkan syariat Islam. Di masa itu, sengketa perkawinan, waris, dan wakaf diselesaikan secara adat yang bersumber pada ajaran Islam. Hal ini membuktikan bahwa hukum Islam telah hidup dan menjadi bagian dari kesadaran sosial masyarakat Indonesia.

Kemudian Rofiq menyinggung masa penjajahan Belanda, di mana keberadaan hukum Islam mengalami pasang surut. Teori Receptie yang dicetuskan Snouck Hurgronje menempatkan hukum Islam di bawah hukum adat, seolah hukum Islam hanya berlaku jika diterima oleh adat. Namun setelah kemerdekaan, Peradilan Agama memperoleh napas baru. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 hadir sebagai tonggak sejarah penting yang menegaskan eksistensi lembaga ini secara konstitusional. Reformasi hukum kemudian memperluas kewenangan Peradilan Agama melalui UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 50 Tahun 2009, termasuk penanganan perkara ekonomi syariah yang semakin relevan dengan perkembangan zaman.

Rofiq menekankan bahwa kedudukan Peradilan Agama kini tidak lagi subordinatif. Ia setara dengan Peradilan Umum, Militer, dan Tata Usaha Negara, semuanya berada di bawah Mahkamah Agung. Kewenangan ini menunjukkan pengakuan negara terhadap hukum Islam sebagai bagian integral dari sistem hukum nasional. Peradilan Agama bukan sekadar forum penyelesaian sengketa antarumat Islam, tetapi juga penjaga nilai moral, etika, dan keadilan berbasis ajaran Islam yang diakui negara.

Melalui gaya penjelasan yang runtut dan sistematis, Rofiq memperlihatkan bahwa Peradilan Agama adalah representasi harmonisasi antara hukum nasional dan nilai-nilai religius umat Islam. Ia bukan sekadar lembaga administratif, tetapi institusi moral yang menegakkan keadilan dengan nurani dan spiritualitas. Dalam bab ini, saya merasakan bahwa semangat keislaman dan nasionalisme dapat berpadu dalam satu bingkai hukum yang adil dan bermartabat.

Pada Bab 3 menjelaskan Sumber Hukum dalam Peradilan Agama. Bab 3 buku ini memberikan pandangan mendalam tentang dari mana Peradilan Agama mendapatkan pijakan hukumnya. M. Khoirur Rofiq dengan gaya penulisan yang sistematis menjelaskan bahwa sumber hukum Peradilan Agama tidak semata-mata bersumber dari undang-undang formal, tetapi juga dari nilai-nilai ilahiah yang termuat dalam Al-Qur'an dan Hadis. Dengan kata lain, lembaga ini berdiri di atas dua kaki yang kuat, kaki hukum positif dan kaki hukum transendental.

Rofiq memaparkan bahwa Al-Qur'an dan Hadis adalah sumber utama hukum Islam, termasuk yang berkaitan dengan penyelesaian perkara di Peradilan Agama. Prinsip-prinsip seperti keadilan, persamaan, musyawarah, dan larangan kezaliman menjadi dasar moral yang menjiwai seluruh sistem peradilan Islam. Namun, penulis juga menyadari bahwa Indonesia bukan negara agama; karena itu, nilai-nilai tersebut perlu dituangkan ke dalam bentuk formal yang dapat diberlakukan secara nasional. Di sinilah pentingnya keberadaan undang-undang, peraturan Mahkamah Agung, serta Kompilasi Hukum Islam (KHI).

KHI menjadi pembahasan menarik dalam bab ini. Rofiq menilai bahwa KHI adalah jembatan antara hukum fikih klasik dengan kebutuhan hukum modern. KHI bukan kitab hukum murni seperti fiqh al-mawaris atau fiqh al-munakahat, melainkan hasil ijtihad kolektif bangsa Indonesia yang berupaya mengkodifikasikan hukum Islam sesuai konteks sosial budaya Nusantara. Dalam praktiknya, KHI menjadi rujukan utama bagi hakim Peradilan Agama dalam memutus perkara, khususnya dalam bidang perkawinan dan waris.

Selain sumber hukum agama, Rofiq menjelaskan keberadaan hukum positif nasional seperti UU No. 7 Tahun 1989, UU No. 3 Tahun 2006, dan UU No. 50 Tahun 2009 yang memberikan legitimasi yuridis bagi Peradilan Agama. Ia juga menyebut sumber sekunder seperti Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang berfungsi mengisi kekosongan hukum dan mengarahkan pelaksanaan peradilan agar seragam di seluruh Indonesia.

Dari penjelasan ini tampak bahwa sistem hukum Peradilan Agama di Indonesia memiliki karakter unik: ia memadukan hukum Tuhan dan hukum manusia. Keunikan inilah yang menjadikan Peradilan Agama tidak sekadar lembaga pengadilan, tetapi juga wadah ijtihad institusional dalam menjawab tantangan zaman.

Membaca bab ini membuat saya sadar bahwa kekuatan Peradilan Agama justru terletak pada kemampuannya menyeimbangkan dua dunia-dunia langit dan dunia bumi. Ia mengakar pada nilai-nilai wahyu, tetapi tetap berpijak pada konstitusi negara. Hubungan harmonis ini menunjukkan kedewasaan bangsa Indonesia dalam mengelola pluralitas hukum tanpa menafikan identitas agama mayoritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun