Mohon tunggu...
ismu widodo
ismu widodo Mohon Tunggu... Pembudidaya & Penulis Kopi Liberika Nusantara

Urip Kui Urup (Philosophy) Berpikir secara luas, bertindak secara bertahap(Practice)

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menyelami Kisah Kopi Mbah Tomblok, Jejak Transmigran dari Semoi Dua Kecamatan Sepaku

18 September 2025   07:43 Diperbarui: 18 September 2025   07:43 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kopi Liberika Mba Tomblok di Desa Semoi Dua Kecamatan Sepaku. (Sumber: Koleksi Pribadi Penulis)

Mbah Tomblok dan Nilai-Nilai Hidup

Di sebuah pagi yang cerah, kami berkesempatan mengunjungi kebun Mbah Tomblok, Beliau transmigran tangguh dari Jember yang tiba di Semoi Dua pada tahun 1978. Sejak 1980, Mbah Tomblok dengan gigih menanami pekarangan dan lahan yang disediakan pemerintah dengan berbagai pohon buah. Mulai dari rambutan, nangka, hingga mangga, semua ditanamnya dari biji yang ia kumpulkan. Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya melestarikan pohon buah, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk menjaga lingkungan tetap teduh dan asri, Dari cerita Mbah Tomblok, kita belajar bahwa menanam bukan hanya tentang pohon, tetapi juga tentang menanam harapan dan warisan untuk masa depan. 

Nilai hidup yang dipegang teguh oleh Mbah Tomblok sangatlah sederhana namun mendalam: "kalau ibarat di jelekin oleh orang lain selalu ngalah, nanti kelihatan sendiri mana yang baik dan yang jelek." Ia memilih untuk tidak membalas keburukan dengan keburukan, percaya bahwa pada akhirnya kebaikan akan menampakkan dirinya sendiri. Nilai ini menjadi warisan tak ternilai bagi ketujuh anaknya. Salah satu putranya, Mas Ahmad Suprapto, selalu mengingatkan saudara-saudaranya untuk menghormati perjuangan sang ibu dengan menjaga dan merawat kebun yang telah dibangunnya.

Mbah Tomblok dan kebunnya bukan hanya sekadar lahan pertanian, melainkan sebuah monumen hidup dari perjuangan seorang transmigran. Ia berpesan agar pekarangan warisan ini, yang ia sebut sebagai "kenang-kenangan Mbah saat transmigrasi," tidak pernah dijual. Menjualnya sama saja dengan menghilangkan sejarah. Kisah "Joko Loro," istilah yang ia gunakan untuk perjuangan pertamanya, adalah bukti nyata bahwa kebun ini adalah hasil dari jerih payih yang luar biasa, mengubah lahan hutan menjadi sumber kehidupan.

Kisah Kebun Kopi Mbah Tomblok

Selain berbagai pohon buah, Mbah Tomblok juga mewariskan kebun kopi yang menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah keluarganya. Ia mengajarkan cara memelihara tanaman kopi dengan penuh ketelitian. Mulai dari memangkas tunas, membuang ranting yang tidak produktif, hingga memelihara setiap tangkai agar menghasilkan buah lebih banyak. Kopi hasil panen tidak diambil sembarangan. Setiap biji diputar saat dipetik agar tangkai tidak rusak, memberikan kesempatan bagi bunga baru untuk tumbuh.

Dulu, Mbah Tomblok pernah memanen hingga satu kuintal biji kopi mentah (green bean). Karena sulit dijual, ia menumbuknya sendiri secara tradisional. Kopi itulah yang kemudian diolah dan dinikmati oleh keluarga dan tetangga. Bahkan, setiap kali ada keluarga dari Balikpapan datang, mereka selalu menyempatkan diri untuk menikmati kopi di rumah Mbah Tomblok, dan tak jarang membawa pulang kopi bubuknya.

Hingga kini, kebun kopi itu masih terus bertahan, tidak pernah dijual, dan menjadi sumber makanan bagi Mbah Tomblok sendiri. Kopi yang dihasilkan tidak untuk dijual, melainkan untuk dikonsumsi sendiri dan dinikmati bersama para tetangga. Ini adalah bukti nyata dari prinsip berbagi dan kekeluargaan yang dianut Mbah Tomblok.

Proses Pengolahan Kopi Tradisional Mbah Tomblok(Sumber: Koleksi Pribadi Penulis)
Proses Pengolahan Kopi Tradisional Mbah Tomblok(Sumber: Koleksi Pribadi Penulis)

Proses pengolahan kopi di rumah Mbah Tomblok yang berdampingan dengan rumah mas Supoarto, putra ketiga Mbah Tomblok yang kini menjabat sebagai Ketua RT 01 di desa Semoi 2, masih dilakukan secara tradisional. Biji kopi yang sudah merah dipetik, lalu dijemur langsung di bawah sinar matahari. Setelah kering, biji kopi ditumbuk untuk menghasilkan green bean yang siap diolah lebih lanjut.

Proses berikutnya adalah menggoreng biji kopi menggunakan kreweng, sejenis wadah tradisional dari tanah liat, hingga matang dengan aroma yang khas. Setelah digoreng, biji kopi ini ditumbuk kembali hingga menjadi bubuk halus, siap untuk diseduh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun